JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

29 April 2009

Babi-tta do on amang....

BABI-TTA DO ON AMANG….      

 

Mahap ma disi tondingku, songon na mangan tabotabo dohot na talmis, jala las roha ni bibir ni pamanganku mamujimuji. (Psalmen 63 : 6)

 

 

Khabar mengenai virus “Flu Babi” yang lagi mewabah di Benua Amerika dan menjadi pembicaraan hangat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia…saya jadi teringat kejadian duapuluh lima tahun yang lampau di kampung (sekitar tahun 80-an),  tempat Ompung (kakek/nenek) saya tinggal di suatu desa sebelum kota Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah.

 

Dulu sewaktu saya masih bersekolah, mulai kelas 5 SD sampai SMP, sering berlibur  ke tempat ompung, apalagi kalau liburan naik kelas yang rata-rata hampir satu bulan lamanya. Dari Medan, kalau tidak bersama dengan orang tua, saya dititipin ke Bus “MAKMUR”, “RISMA” atau “BINTANG UTARA” sampai ke Sibolga, setelah itu nanti supir atau kenek-nya (kondektur) yang menaikkan/menitipkan saya ke Bus yang menuju Barus di Terminal Sibolga. Kalau sudah di Bus yang menuju Barus, saya sudah tau dimana harus turun untuk ke rumah Ompung. Di desa itu, selain bermain-main seharian seperti anak-anak kebanyakan, saya juga membantu ompung di sawah. Menjelang habis liburan, Bapak datang menjemput atau diantar Ompung doli (kakek) pulang ke Medan

 

Pada waktu itu yang namanya “babi”, bebas berkeliaran. Ada juga beberapa orang yang membuat kandang babi-nya, tapi kebanyakan masyarakat di kampung itu membiarkan babi-nya bebas berkeliaran mencari makanannya sendiri. Kalau di kampung, semua hewan babi adalah yang berwarna hitam dan langsing-langsing, satu sama lain susah membedakannya kecuali pemiliknya, tidak seperti babi putih yang gemuk dan berlemak karena diberi makan dedak (ampas penggilingan padi).

Babi-babi yang berkeliaran ini paling suka ngelahap “kotoran manusia”, sehingga kalau kita pergi buang air besar alias BAB ke sungai, ke dekat pancuran (pemandian umum) atau di persawahan (karena di rumah-rumah tidak ada yang namanya kamar mandi), harus selalu memegang bambu kecil, lidi atau ranting kayu untuk menghalau babi yang datang mendekat. He…he…khan risih juga BAB ditungguin sama itu babi. Apalagi klo BAB-nya malam (waktu itu listrik belum masuk, penerangan masih pake lampu teplok atau lampu gas pake kaos alias “strongking”)…tiba-tiba perasaan ada yang nempel di bokong, ketika dilihat ke belakang ternyata moncong babi itu udah nempel mengendus-endus.

 

Suatu ketika ada pengumuman dari Kantor Kecamatan yang isinya menghimbau penduduk Kecamatan Barus sekitarnya agar mengkandangkan ternak babi peliharaannya. Dan tidak boleh lagi berkeliaran. Pengumuman itu ditempelkan di tiap lapo (kedai tempat minum teh/kopi), atau di pakter (kedai tempat minum tuak) di desa itu. Apabila ada ternak babi yang masih kedapatan berkeliaran setelah batas waktu yang ditentukan, dianggap tidak ada pemiliknya sehingga akan dibunuh oleh tim dari kantor kecamatan dan masyarakat juga bebas memburu dan membunuhnya serta mengambilnya, tanpa ada yang merasa keberatan. Karena takut dengan pengumuman itu, mulailah masyarakat membuat kandang babi-nya masing-masing, tetapi masih ada juga beberapa penduduk yang membandel dan tidak perduli.

 

Suatu sore, sehabis pulang dari sawah bersama teman-teman, salah seorang dari mereka yang bernama “Saihot” tiba-tiba melihat seekor babi berkeliaran dekat lapangan bola yang berada di pinggir desa itu. Dari antara kami, Saihot termasuk anak yang berbadan tegap dan lincah. Dengan cepat ditebangnya sebatang bambu sedang secara meruncing yang tumbuh dipinggir lapangan bola itu dengan parang yang dibawanya dari sawah dan mulai mengejar babi itu sambil berteriak “adong babi…adong babi” (ada babi…ada babi). Kami pun ikut-ikutan mengejar tapi kalah cepat dengannya. Babi itupun  berlari dengan  liar menghindari kejaran Saihot sambil menjerit-jerit (ber-nguik-nguik) melewati sungai dangkal lewat lapangan bola itu menuju ke jalan raya yang membelah desa itu. Mendekati jalan raya babi itu tersudut  dan dengan cepat si Saihot menghujamkan bambu yang dipegangnya  tepat di lambung babi itu dan babi itupun terkapar berlumuran darah. Nga dapot…nga dapot  (sudah dapat…sudah dapat) teriak Saihot kesenangan. Orang-orang pun ramai mendekat. Saihot pun tersenyum bangga membayangkan babi itu bakal miliknya dan bakal makan daging babi nanti malam. Dengan sigap diikatnya babi itu di batang bambu tadi dan mengajak kami ramai-ramai mengangkatnya ke rumah-nya yang berjarak sekitar 50 meter dari situ. Masih dihalaman rumahnya, dia sudah  berteriak…Bapa…Bapa….Omak…dapot au babi! (Bapak…Bapak…Emak…aku dapat seekor babi). Mendengar itu dengan tergopoh-gopoh, Bapak dan mamak si Saihot ke luar dari rumahnya menjumpai kami. Babi sian dia…(babi dari mana) langsung bapaknya bertanya. Kami menurunkan babi itu ke tanah, lalu kata si Saihot kepada orangtuanya, “Bereng ma Bapa-Omak, tarbereng au nangkin babi on di parbalan-an, manigor hulele sahat tu pinggir  dalan na tigor an, dapot au, langsung hupamate. Jago do au, khan? Lompa omak ma asa mangan juhut babi hita.  *(Lihatlah Pak-Mak, kulihat tadi babi ini di lapangan bola sana, langsung kukejar sampe ke pinggir jalan yang lurus itu, dapatku, langsung kubunuh. Hebat aku, khan? Mamak masaklah biar makan daging babi kita).

Bapak dan mamak si saihot pun memperhatikan babi itu dengan seksama…tiba-tiba saja mamak si Saihot berkata dengan sedih, “Memang jago do ho Amang…dapot ho do babi on, alai bereng ma nei…babi-ta do on na dihujur mon…na lupa do au nangkin pamasukhon on tu tombara ni jabunta…*(Memang jago-nya kau, nak…bisa kau dapat babi ini, tapi lihatlah…babi kita-nya ini yang kau tombak ini…yang lupa nya aku tadi memasukkannya ke kolong rumah kita…)

  

 

FLU BABI


OFFICE INTERNATIONAL DES  EPIZOOTIES (OIE) : TAK ADA BUKTI KALAU VIRUS FLU BABI, BERASAL DARI HEWAN BABI

 

Flu Babi (swine flu) lagi mewabah di Amerika Latin dan sekitarnya. Di Meksiko di laporkan akibat terkena penyakit ini sebanyak 149 orang telah meninggal dunia dan diperkirakan yang telah terjangkit sekitar 1600 orang. Di Amerika Serikat dilaporkan telah terjadi 44 kasus di lima negara bagian. Virus ini juga dilaporkan telah menyebar ke Selandia Baru, Eropa dan Korea Selatan. Diperkirakan penyakit yang diakibatkan  Virus H1N1 ini sangat cepat penyebarannya dan sampai sejauh ini belum ditemukan obat penangkalnya serta sangat mematikan.  Virus H1N1 masuk dan berkembang biak ke dalam tubuh babi, dan daging babi dikomsumsi oleh manusia. Dunia pun resah, dan Indonesia sudah mulai melaksanakan antisipasi pencegahan penularan penyakit ini dengan memasang alat pen deteksi di setiap Bandara Internasional dan Pelabuhan laut. Bahkan menurut berita yang dilansir situs detiknews.com pada tanggal 24 April 2009, pemerintah RI sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan “Travel Warning” bagi warga Indonesia yang bepergian ke luar negeri.

 

Tetapi Kantor Berita Perancis, AFP pada hari Selasa tanggal 28 April 2009 melansir pernyataan Organisasi Kesehatan Hewan Se-Dunia/World Organization For Animal Health (OIE), bahwa Istilah “Swine Flu”  atau Flu Babi merujuk kepada wabah flu mematikan yang tengah melanda dunia itu adalah keliru. Sebab virus baru ini merupakan gabungan dari virus burung, manusia dan babi.


Ditegaskan OIE (Office International des Epizooties) pula bahwa pathogen ini bukan virus manusia klasik namun virus yang mencakup karakteristik komponen virus avian (burung), babi dan manusia. Virus tersebut hingga kini tidak terisolasi pada hewan. Karena itu, tidak benar menamakan penyakit ini “influenza babi”,
 demikian pernyataan badan kesehatan hewan yang bermarkas di Paris, Perancis itu  Diimbuhkan OIE, ilmu sains nantinya akan menunjukkan apakah virus tersebut beredar di antara hewan ternak dan hasilnya akan menentukan apakah negara-negara telah bertindak benar dengan melarang impor babi. Ditandaskan OIE, epidemi flu manusia di masa lalu yang berasal dari hewan telah dinamai sesuai asal geografisnya, seperti flu Spanyol. "Adalah logis untuk menyebut penyakit ini 'influenza Amerika Utara," usul OIE. Dalam wawancara dengan AFP, Dirjen OIE Bernard Vallat menyatakan tak ada bukti kalau virus flu babi ini benar-benar berasal dari hewan babi. "Belum ada bukti kalau virus ini, yang saat ini beredar di antara manusia, benar-benar berasal dari hewan. Tak ada elemen untuk mendukung ini," tegas Vallat. Diimbuhkan Vallat, sangat tidak adil untuk menghukum para peternak babi yang menggantungkan hidupnya dari usaha tersebut, dengan membicarakan risiko yang belum terbukti sama sekali. Apalagi menurutnya, sejauh ini tak seorang pun bisa menunjukkan bagaimana atau di mana strain virus baru ini terbentuk.

27 April 2009

Martangiang


MARTANGIANG BORNGIN....HONA "INTERUPSI" TUHAN

 

 

Ale Amanami na di Banua Ginjang

Olo…dison do Ahu

 

Unang jo komentari…na martangiang do ahu

Alai di jou ho Goar-Hu

 

Manjou Ho? Ndang na hujou Ho, Na martangiang do ahu

Ale amanami na di Banua Ginjang…

Nei..kan? diulahi ho do muse

 

Huulahi songon dia?

Manjou goarHu, didokhon ho, “Ale Amanami na di Banua ginjang”

Dison do Ahu. Aha huroa na dibagasan pikkiranmu?

 

Ndang adong maksudhu na asing…na holan martangiang do au di bornginon. Biasa do huulahon i ditikki naeng modom. Huanggap do i sada kewajiban naingkon huulahon

Anggo songoni…torushon ma..

 

Mandok mauliate do ahu di sude denggan ni basaM dohot asi ni rohaM

Satongkin jo…antar sadia godang ma hamuliateon ni roham huroa?

 

Beha…?

Antar sadia godang ma hamuliateon ni roham tu Ahu ala ni denggan basa dohot asi ni roha na Hupasahat tu ho?

 

Ahu?...bah….ndang huboto? Ndang parduli ahu disi.  Ai khan songoni do na martangiang, songoni do nasida mangajari ahu martangiang.

Oh…toema…patorus ma muse…

 

Hutorushon…?

Olo…torushon ma tangiangmi

 

Oh…muse, pasupasu jala tatap ma angka na  marsahit dohot na pogos jala na marsitaonon.

Sian ias ni roham doi…?

 

Ba…olo antong, sian nasa rohangku do mandokhon i…

Jadi…aha ma naung diulahon ho taringot tusi?

 

Huulahon?Ise do,…ahu do…?Ba…narohangku ndang adong. Sude do denggan jala sikkop dipatupa Ho, asal ma Ho do na gabe Raja di saluhutna naadong dison dohot na di Banua ginjang, jadi ndang porlu be angka jolma hasusaan. Apala i do ianggo dibagasan pikkiranku.

Boi do ho nian Huraja-i?

 

Ba…laho do ahu tu Gareja, hupasahat do durung-durung hu, ndang na…

Ndang apala i na Hupangido! Nga songon dia nian pangalahom? Ai kan hasusaan do donganmu dohot nasa pangisi ni bagasmu alani ho. Muse…jolma na boros do ho di hepeng. Holan dirim sambing do dipikkiri ho. Boti muse…beha do taringot angka buku naung di jaha ho…

 

Unang be Ho manginsahi ahu. Jolma na ture do ahu tarsongon angka na asing na laho tu Gareja tiap ari Minggu.

Maaf ma anggo songoni…Na Hupikkir do, dipangido roham Ahu mamasu-masu halak na gale jala na hahurangan. Molo naingkon do songoni, porlu do Ahu diurupi sian angka na mangidohonsa…misalna ho…

 

Tolong ma jo Amang,…naeng pasidunghononku do tangiangkon. Naung leleng do on sian na somal. Pasu pasu ma angka parbarita nauli asa boi nasida mangurupi angka na marsitaonon

Maksudmu songon si Jhon…?

 

Si Jhon…?

Olo…na tinggal di ujung ni dalan an

 

Si Jhon…alai…holan na marisap dohot na mabuk do ulaonna. Ndang hea be laho marminggu

Hea do ditingkir ho sahat tu bagasan rohana?

 

Ndang hea antong…ai ndang mungkin i…

Hubereng do…hansit jala porsuk do na dipangkilalahon ibana.

 

Anggo songoni…Amang,  suru ma naposom tu Ibana

Ai khan ho do na ingkon gabe sahalak naposo-Hu, Ahu do na marsuru Ho. Ai khan tangkas do i Hupaboa tiap parmingguan?

 

Bah…satongkin jo…na beha do antong. Na gabe ari “paminsangonhu” do on? Khan ahu na padalanhon pangajarion-Mu do, i ma “martangiang”. Alai oppot,  ro ma Ho masuk jala pataridahon sude hasalaanku.

Ah…ho do nangkin na manjou goarHu, jala dison do Ahu. Uduti ma jo tangiangmi…Naeng begeonHu ma muse bagian na berikutna. Ai ndang hea dope diganti ho susunanna, khan?

 

Ndang olo be ahu…

Boasa ndang olo ho…?

 

Huboto do aha ma na naeng dohonon-Mu muse…

Baen ma…torushon ma…

 

Sesa ma saluhut dosa na hubaen…jala urupi ma au manesa dosa ni dongan na mardosa tu ahu

Beha do taringot tu si Sahat?

 

Khan…nga huduga i. Huboto do pasti disungkun Ho taringot tu si. Alai bege ma jolo Tuhan,… na margabus do ibana taringot tu ahu, gabe dipabali ma ahu. Gabe dirimpu donganku ma ahu pargabus bolon, hape ndang adong huulahon bagi na aha. Bereng ma, ingkon hubaen singkat ni i anon!

Alai…tangiangmi…beha do tangiangmi?

 

Oh…ndang na serius au disi…

Toema anggo songoni. Hubereng…jujur do ho disi. Alai hupikkiri, memang na sonang do ho mamboan sogo ni roham dohot rimas mi manang na tudiape, I do khan?

 

Ndang na songoni nian. Alai, gabe sonang jala puas situtu do hulilala molo tarbaloshon au sogo ni rohangki  sogot.

Olo do ho mambege sada rahasia?

 

Rahasia aha?

Ndang na hea ho gabe sonang ala ni i, jala lam martamba do muse sogo ni roham, jala lam balga. On ma Hudok tu ho: …”sesa ma saluhut angka na humurang na binaen ni si Sahat tu ho, angkup ni i…husesa saluhut na dosam.”

 

Alai Tuhan, ndang boi dope ahu manesa dosana. Mansai hansit do huhilala…

Anggo songoni, Ahu pe…ndang  husesa nasa dosam!

 

Toho doi, manang songon dia pe?

Olo…manang aha pe na masa. Alai…ndang simpul dope tangiangmu…torushon ma!

 

Urupi ma ahu, asa boi huraja i dirikku, jala padao ma ahu sian pangunjunan

Denggan do i…Huurupi pe ho. Alai ho sandiri pe, padao ma dirim sian nasa inganan na boi mambaen ho madabu tu pangunjunan.

 

Maksud ni Tuhan?

Unang be ho manjahai angka buku na so ture manang laho tu inganan si hagigion, jala pahabishon tingkim disi. Angka na adong disi, hatop manang lambat gabe manegai pikkiranmu. Boi do ho hatop masuk tu angka pambahenan na so tama, jala molo nungga gabe songoni, unang dibahen ho Ahu gabe “pintu keluar darurat” di ho.

 

Pintu keluar darurat? Ndang huantusi dope Tuhan

Diantusi ho do. Nga diulahon ho i marulak noli…gabe masuk ho tu angka na so tama jala tarsosak, dungi ro ma ho tu Ahu. “O..Tuhan, urupi ma ahu kaluar sian angka hasusaan na hujalo ala ni pambahenanku, marpadan ahu tu Ho, ndang huulahon be sisongoni”. Jala molo nga sisongoni, mansai jago do tangiangmu, pola sampe tangis ho jala tarilu-ilu. Diingot ho dope angka i?

 

Eh…ahu ndang na…Bah…olo tutu…, tingki tartangkup gurukku ahu manonton film…agoi amang!

Diingot ho dope ditingki i ho martangiang, “O..Tuhan, unang ma paloas gurukki paboahoni tu natua-tuakku.”. Marpadan ahu tu Ho, olat ni on ndang ra be ahu manonton film dewasa.”  Nian, khan ndang paboan ni gurumi tu natua-tuam? Alai…ndang diingot ho be padan mu, khan?

 

O…Tuhan, memang siose padan do ahu. Huparhatutu do hasalaanki…

Toema…torushon ma tangiangmi…

 

Alai…painte ma jo, Amang. Adong naeng sungkunonhu tu Ho. Dibege Ho do tongtong angka tangiangku?

Hubege do sude tangiangmi. Sude nasa hata na dipasahata ho, di sude tingki.

 

Anggo songoni, beasa ma ndang hea dialusi Ho?

Sadia bahat ma kesempatan na dipasahat ho tu Ahu? Ndang na cukup holan ditingki didokho “Amen”, abis i dipeakhon ho ma simanjujungmu tu bantal laho modom.

Beha ma Ahu mangalusi ho?

 

Boi do Ho, molo na lomo do rohaM

Ndaong…Boi do Ahu…holan molo memang diparhatutu roham do!

O…anaha…tongtong do Ahu masihol manghatai tu ho

 

O..Amang na basa…jolma na gale do ahu. Olo do Ho manesa saluhutna dosakki?

Nungga husesa saluhutna angka dosam. Jala mauliate ma nungga dipaloas ho Ahu “manginterupsi” ho. Sipata masihol do ahu manghatai dohot ho.

Modom ma ho…jala ingot tongtong : “Holong do rahangKu tu ho”

 

Au pe Tuhan, holong do tongtong rohangku tu HO!

25 April 2009

Khotbah Minggu Miserikordias Domini, 26 April 2009


GOK ASI NI ROHA NI JAHOWA DO TANO ON (Psalm 33:5b)

Ev : Mikha 7 : 14-20 Ep : 1 Petrus 5 : 1-5

Apakah kriteria bagi gembala yang baik? Mikha 7 : 14-20 menyebutkan bahwa Gembala yang baik, yaitu Tuhan, adalah penuh kasih. Gembala yang baik itu akan memegang kekuasaan dan menggenapi janji Allah tentang seluruh daerah yang dijanjikan kepada Abraham dan keturunan-Nya. (Uraian tentang Gembala yang baik bisa kita baca pula dalam Mazmur 23 dan Yohanes 10).

Gembala yang baik, akan: Pertama, membela umatNya. Sebagai Pembela Israel, Ia rela berkorban (7:14). 


Kedua, mengampuni. Ia menyatakan penghukuman demi keadilan, tetapi juga mengungkapkan kasih dengan mengampuni dosa dan memaafkan pelanggaran (7:18).


Ketiga, memberikan kecukupan. Perkataan “Biarlah mereka makan rumput di Basyan dan Gilead” (7:14) menunjuk kepada hidup yang berkecukupan, mulai dari Gunung Karmel sampai Basyan dan Gilead. Mikha berdoa memohon pemeliharaan dan perlindungan Allah sebagai Gembala. Dahulu Allah telah menjadikan umat-Nya berkecukupan seperti domba-domba yang makan rumput dengan berlimpah-limpah dipadang rumput yang subur di Basyan dan Gilead, semoga Ia melakukan hal itu lagi. Jawaban Ilahi itu menyakinkan Israel akan campur tangan Allah, seperti yang dilakukan secara langsung dan pasti pada waktu Ia mengeluarkan mereka dari perhambaan di Mesir (15).


 

Apakah Anda mengenal Gembala yang baik? Bila Anda sedang berjalan dalam lembah kekelaman atau berada di wilayah tandus, ingatlah bahwa Gembala yang baik itu setia dan kerinduan-Nya adalah menuntun Anda ke padang yang berumput hijau serta telaga yang tenang

 

23 April 2009

TURUN HO...JUDAS!

TURUN HO…JUDAS!

 

Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."   (Yakobus 4 : 6)

 

 

Kalau di bona pasogit, seseorang yang menjadi Parhalado (pelayan) di Gereja, yaitu Sintua (Penatua Gereja) memiliki kewibawaan tersendiri dibanding jemaat maupun masyarakat biasa. Tempat duduknya pun di Gereja biasanya di depan dan tersendiri. Bicaranya selalu di dengar dan dalam acara-acara adat maupun kebaktian doa (partangiangan) yang dilaksanakan di rumah-rumah, selalu diperhatikan, tempatnya duduk harus ditengah (dijuluan) dan tikarnya khusus, “…di son ma hamu hundul sintua nami…” kata yang punya rumah maupun jemaat, biarpun  sedang tidak bertugas membawakan acara. Apalagi kalau sintua yang bersangkutan termasuk pula “si suan bulu” alias barisan orang-orang dulu yang (menganggap dirinya) sebagai pendiri gereja. Omongannya adalah yang selalu benar, tidak pernah salah. Meminta maaf adalah suatu hal yang sangat “bergengsi”.

 

Begitulah yang terjadi dengan Bapak-nya si Tiur. Beliau adalah seorang sintua Gereja HKBP di suatu luat di Tapanuli. Beliau juga termasuk sisuan bulu di gereja tersebut. Walaupun sudah termasuk uzur dan suka lupa alias pikun,…bawaannya selalu pingin tampil, berwibawa dan omongannya pun dibuat seolah-olah tegas. Pendeta maupun guru jemaat pun”harus bisa” diaturnya. Suatu ketika yang menjadi tuan rumah (na manjabui) partangiangan lingkungan adalah keluarga Pendeta. Kebetulan Guru Jemaat (guru huria) yang harus bertugas membawakan khotbah di partangiangan itu ada urusan ke Kantor Pusat di Pearaja-Tarutung sehingga harus digantikan. Kalau pak Pendeta tidak mungkin berkhotbah di partangiangan yang dilaksanakan di rumahnya sendiri. Hal ini menjadi pembicaraan di Bilut Parhobasan (konsistori) Gereja di antara sesama sintua. Tapi dengan suara yang lantang, bapak si Tiur berbicara, “au ma annon tu si, sarupa do dijabu ni pandita nang jabu ni ruas, aman ma i…..”  (akulah nanti kesitu, samanya di rumah pendeta maupun di rumah jemaat, aman lah itu). Tanpa ada yang membantah, jadilah bapak si Tiur yang berkhotbah di partangiangan di rumah Pendeta.

 

Tibalah hari dan waktu partangiangan dilaksanakan. Biasanya kalau di rumah Pendeta maupun Guru, yang mengikuti selalu ramai. Parhalado pun hadir semua. Si Tiur duduk di sebelah bapaknya, karena bapak-nya duduk paling ujung di barisan Parhalado. Selesai menyanyikan beberapa ende dan berdoa, tibalah giliran bapak si Tiur untuk berkhotbah.

 

Topik khotbah pada saat itu adalah mengenai Zakheus, ketika Yesus memasuki kota Yerikho. Dengan suara yang keras dan penuh semangat amang sintua kita ini berkhotbah, “Jadi…di hamu angka dongan, di tingki dibege si Judas naeng mamolus ma Yesus…manaek ma ibana tu sada hau galagala na timbo, anggiat boi diida Ibana…” mendengar hal ini sadarlah si Tiur, bapaknya sudah salah. Lalu di tarik-tariknya celana bapaknya, seraya berkata setengah suara (tapi masih terdengar jemaat lainnya): “ndang si Judas, Bapa…sala do i, si Sakheus do. Tersadarlah bapak si Tiur, tapi bukannya meminta maaf dan mengulangi, …malah kemudian berkata dengan cueknya, “oh…olo…alai ro ma si Sakheus sian toru ni hau i mandok tu si Judas,…turun ho Judas! Ai ndang ho aturanna na manaek tu hau i, au do…na pamalo-maloon do ho…”

(jemaat lainnya sambil senyum simpul) : #%?*^_+@?

21 April 2009

Ndang au i Bapak...ndang au i Omak...


NDANG AU I BAPAK….NDANG AU I OMAK….


Parompuan na marhuaso do tumpal ni harajaanna, alai songon bisa na manggagat tu holiholina do anggo parompuan sibahen haurahon. (Poda 12 : 4)

 

Asi do roha molo adong dakdanak, atik pe naung lam magodang, alai maol mampartahanhon pingkiranna mangalusi sungkunsungkun ni guru di sikola na. Molo masa sisongoni aha do mambahen i ?


Lao patorangkon i, hea do sada barita na manarik begeon, jala geok. Ala ninna godangan do pangalaho sisongoni ditontuhon pangalaman ni dakdanak i tingki di jabu, tarlobi ala ditindos Amana manang Inana di jabu. Hea do pengalaman ni sahalak dakdanak baoa songoni.

Di jabu ganup ari do ibana hona badaan. Molo adong na mago, pintor sai ibana do disangka Inana mangulahon i. Okui nuaeng, ningku. Ho do mambuat tintinhu nangkin hupeakkon di ginjang di meja on. Molo dialusi anakna i mandok, ndang au I Omak, habis ma ibana digotili dohot dibalbali. Sombahu, ndang au mambuat i, dungi habis ma ibana hona lili. Manang aha pe na masa dijabu, sai ibana do ditudu mangulahon i. Molo habis indahan manang jagal arian, pintor pinggol ni ibana do ditarik-tarik inana. Jala hona hata na koras situtu. Habis sude dirojanhon ho, ate. Molo dialusi ibana, ndang au i Omak, habis ma muse ibana dimuruhi, digotili, jala diusir sian jabu. Jadi pangalaho sisongoni, ndang longkang be i sian parningotanna. Nungga tung tarpasi, nungga tung tarutok i bagas hian taruhir tu rohana dohot marungkor tu bagasan pingkiran primitip na.


Hansit hian do molo sanga halak sahat tu pengalaman sisongoni dingolu ni dakdanak. Sipata ndang apala mullop i ganup tingki, alai molo adong pengalaman na sarupa na hira mamaksahon ibana ingkon mangalusi, disi ma tompu mullop i sian pingkiran parbagasanna. Nang pe boi sipatasipata tartahan ni halak i asa unang mullop pengalaman sian sihaetehon i. Alai sipata tudos do songon borsang ni kopi na dipaindo di galas. Dung leleng kopi i di galas i, mido ma deba, alai laos na umpangket nai turun ma tu toru. Tarlobi molo ngali kopi i, borsang nai pangket ma i.

Alai molo ro siinum kopi i, lao mangkoncok i disi ma pintor nangkok muse borsang ni kopi i tu ginjang. Songoni ma nang pengalaman ni sahalak dakdanak nang pe naung dewasa ibana, gariada nang pe naung sahat tu na matua ibana, boi do manombo angka pangalaho na sarupa sisongoni.


I ma na masa tu dakdanak baoa i tingki SMA ibana. Na mullop do pengalaman sihaetehon nai. Na marbonsir do I, uju hea sahalak guru na manungkun angka murid na. songonon : ise sian hamu na umboto, ise ma manurathon dekrit Presiden. Ala so adong na martudu, gabe tubu ma roha ni guru i mangungkun tu sada halak sian murid nai. Ditudu guru ma si bayo i, ima dakdanak na sai jotjot disangka Inana i sian sihaetehon na i. Dung diulahi Guru i sahali nari mandok tu ibana, tung denggan do dialusi ibana, jala mansai hatop situtu. Alushu Guru nami, “ndang au i Bapak Guru”. Ro ma  muse Guru i manungkun sian longang ni rohana. Ndang ho na husungkun, alai ise manurathon dekrit Presiden i. Alus na hot songon siparjolo i, “tung singtong ni na mangolu guru nami, ndang au Bapak Guru manurat i.” Lam muruk ma guru i mandok hata na, lam angka dotdot dakdanak i, jala tanpa sadar sai didok ibana lam hatop: “ ndang au i Bapak,…ndang au Bapak…,ndang au Bapak.” Gabe bingung sandiri ma Guru, au do na loakon ulaning, manang naung rintik do dakdanak on, ninna rohana dibagasan. Ai naung loakhon do ho huroha, ninna guru i.


Bingung guru i, sian muruk ni rohana didok ma:  “antong mulak ma ho, ndang boi be ho marsikkola dison, saleleng so diboan ho natoras mu tuson.” Mulak ma ibana tu jabu, hape antar jam 9 manogot dope tingki i. Dung sahat dijabu didok Inana ma, ai beasa mulak ho amang, ai ndang sikkola ho, naung libur do hamu? Sikkola do Omak, alai disuru guru do au mulak. Ninna, ndang boi be au sikkola disi saleleng so ro Omak mandapothon guru i. Ba, aha huroha na masa, aha salam Amang. Ndang dipaboa guru i. Annon ma dipaboa guru i ninna tu Omak. Antong molo songoni lao ma hita, nungga ganjing tutu i. Dung songoni borhat ma nasida. Nungga di kantorna hundul guru i margundokpong. Disi sahat tu sikkola i pintor langsung ma Ina dohot dakdanak i manjumpangi guru i. Nungga mombun be nang rimas ni guru i. Dijangkon do nasida mansai uli.


Didok Inanta i ma manungkun guru i, ai tung apala aha do Bapak huroha sala ni dakdanak on. Dialusi Guru i ma, nian ndang apala na sala Ibana, alai tung na so huantusi do alaus na mangalusi sungkunsungkunhu. Aha huroha sungkunsungkun ni Bapak tu dakdanakhon, ninna Omak ni dakdanak i. Diulahi Guru i ma sungkunsungkun na i. On do husungkunhon tu ibana. Ai ise do diboto ho na manurathon Dekrit Presiden ni Indonesia. Holan dibege Omak nai songoni. Ninna ma, molo i do hape tutu sungkunsungkun ni gurui, aha ma maol ni i. Alai humusor ma Omakna i disungkun ma anakna i. Atehe anaha, aha huroha didok ho mangalusi. Ai ise do huroha tutu manurat Dekrit ni Presiden i, na ho do Amang manang ndang ho. Molo ho do antong, ba okui ma.


Dialusi dakdanak i ma muse tu Inana i. On do hudok Omak tu Guru i, ndang au manurat i Bapak. Dungi didok Bapak Guru muse, ndang ho na hudok, ise manurathon dekrit ni Presiden. Alushu hot do Omak, ndang au ningku do.


Dung songoni gabe didok Inana i ma tu Guru I mardongan muruk. Ai dia do tutu, didok si adui on ai so ibana. Molo so ibana do antong, beasa muruk Bapak i. Ai so ibana ninna, antong Bapak i do manurathon i hape. Holan didok Inanta i songoni, hohom ma guru i, na dos do hape hamaloon ni nadua on, ninna dibagasan rohana. Diorom ibana nama muruk na, gabe didok Guru i ma, ima tutu Inang, ndang ibana Inang na sala tutu, au do na sala ninna guru i. Ai husungkun sungkunsungkun na so tangkas diboto dakdanak on. Hape Inang pe dos do alusmu. Ala Inang pe ndang huantusi, jadi… mulak ma hamu, ninna Guru i. Guru i pe mulak ma, jala sai mangupirupir. Mulai sian i, gabe sai marpingkir ma Guru i, ai beasa songon i ulaning, loak nasida.


Dung pe leleng ditangkasi Guru i, asa diboto aha sialana. Dungi dapot ibana ma alusna. Na boi do hape hakorason na nialaman ni halak sian sihaetehon na manggompang dingolu ni halak sahat tu na magodang.
Ala ni manat ma hita natua-tua mangajari ianakhonta. Unang sai tapaksa ianakhonta mangokui na so ibana mangulahonsa. (dari : "Gait na pabidang panatapan" Pdt. Nelson F Siregar)

 

18 April 2009

TARUTUNG-SIBOLGA

Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!
(Yakobus 5 : 8)

Pada saat liburan naik kelas, ompung si Joni bertelepon ke orangtuanya di Medan, agar si Joni ke kampung mereka. Maklumlah...pahompu panggoaran (cucu laki-laki tertua dari anak tertua), ompungnya sudah rindu. Karena masih sibuk dengan usahanya (maklumlah orangtua si Joni jual "bumbu jadi" di Pasar Petisah, Medan) maka diputuskan si Joni dikirim aja melalui Bus, nanti ompungnya yang jemput di stasiun Bus. Jadilah mama-nya mengantar si Joni yang  yang masih berusia 7 tahun itu ke Stasiun Makmur di kawasan Marindal, Medan naik Bus jurusan Medan-Sibolga. Mamanya berpesan pada pak supir," Amang..., titip anak saya ya? Nanti kalo sampe di Tarutung, tolong kasih tau anak saya."

Sepanjang perjalanan, si Joni cerewet sekali. Sebentar-sebentar ia bertanya pada penumpang, "Udah sampe Tarutung belom?" Hari mulai malam dan anak itu masih terus bertanya-tanya. Penumpang yang satu menjawab," Belom, nanti kalo sampek pun dibangunin  nya kau sama keneknya (kondektur bus)! Tidur aja!" Tapi si Joni tidak mau diam, dia maju ke depan dan bertanya pada supir untuk kesekian kalinya." Pak, sudah sampe Tarutung belom?"

Pak Supir yang sudah lelah dengan pertanyaan itu menjawab," Belum! Tidur aja lah kau ya! Nanti kalo sampek Tarutung, pasti dibangunin!"

Kali ini, si Joni tidak bertanya lagi, ia tertidur pulas sekali. Karena suara si Joni tidak terdengar lagi, semua orang di dalam Bus lupa padanya, sehingga ketika melewati Tarutung, tidak ada yang membangunkannya. Apalagi jalan Tarutung-Sibolga  penuh dengan kelokan  sehingga dapat membuat penumpang mabuk. Bahkan sampai melewati Batu Lubang yang terkenal rawan dan Bus harus lambat, serta Bus sudah menjelang Terminal  Tarutung si Joni tertidur dan tidak bangun-bangun. Tersadarlah si supir bahwa ia lupa membangunkannya.

Lalu ia meminggirkan  Bus-nya di pinggir jalan Sibolga sebelum terminal, dan bertanya pada para penumpang," Amang - Inang
(Bapak-ibu), gimana nih, kita antar balik gak anak ini?" Para penumpang pun merasa bersalah karena ikut melupakan si Joni dan setuju mengantarkannya kembali ke Tarutung.

Maka kembalilah rombongan bis itu mengantar si Joni ke Tarutung. Sesampai di Tarutung, si Joni dibangunkan. "Nak! Udah sampe Tarutung! Ayo bangun!" Kata si supir. Si Joni bangun dan berkata, "O, udah sampe yah!" Lalu membuka tasnya dan mengeluarkan kotak makanannya.

Seluruh penumpang bingung. "Bukannya kamu mau turun di Tarutung?" tanya si supir kebingungan. "Nggak, saya ini mau ke Sibolga, ke tempat ompung. Kata mamak, ...kalo udah sampe Tarutung, saya boleh makan nasi kotaknya!"
(Supir dan penumpang : ?%#*@)