PERJAMUAN KUDUS DI HARI PASKAH ?
Entah sejak kapan menjadi tradisi, dalam Lingkaran Paskah, Perjamuan Kudus diselenggarakan pada saat Jumat Agung. Alasan yang paling sering dikemukakan adalah bahwa Perjamuan Kudus diadakan untuk memperingati Perjamuan Terakhir yang Yesus adakan bersama kedua belas murid (Mt 26:26-29; Mk 14:22-25; Lk 22:15-20; 1 Kor 11:23-25). Pada malam itu Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk terus-menerus mengadakan Perjamuan Kudus untuk mengingat-Nya.
Jika ini alasannya, maka mengapa harus diadakan pada hari Jumat? Bukankah dalam peristiwa passion, pada hari Jumat itu Yesus sudah disalibkan? Yesus mengadakan perjamuan terakhir justru pada hari Kamis atau malah mungkin sehari sebelumnya. Itu sebabnya hingga kini Gereja Katolik dan bahkan mayoritas Gereja Protestan di Amerika Serikat juga menyelenggarakan Perjamuan Kudus pada hari Kamis.
Dikatakan juga, karena selain hari itu, mereka juga menyelenggarakan Perjamuan Kudus, bahkan yang terpenting dari semua Perjamuan Kudus sepanjang tahun, pada Malam Paskah (Easter Vigil) atau Paskah Subuh. [Perlu dijelaskan di sini bahwa dalam sistem liturgi, Malam Paskah dan Paskah Subuh masih dihitung sebagai satu hari yang sama, karena satu hari dimulai bukan pada pukul 00:01, namun pada pukul 18.00 hari sebelumnya.] Justru itu, agar klimaks Perjamuan Kudus pada Hari Paskah tidak terganggu, maka Perjamuan Kudus pada hari Kamis sering diadakan hanya sebagai Perjamuan Kasih (agape feast).
Pada Hari Paskah itu pulalah, sejak Gereja mula-mula, diadakan Baptisan Kudus, agar mereka yang dibaptis pada hari itu sekaligus menikmati Perjamuan Kudus pertama mereka. Jadi liturgi pada Hari Paskah itu secara umum terdiri atas empat unsur utama: Pelayanan Terang, [Disebut Pelayanan Terang karena pada hari pertama itu, umat mengenang kembali karya penciptaan Allah pada hari pertama, sekaligus bahwa melalui kebangkitan Kristus kegelapan dosa dikalahkan oleh terang kasih Allah.] Pelayanan Sabda, Pelayanan Air (Baptisan Kudus) dan Pelayanan Roti-Anggur (Perjamuan Kudus). [Hoyt L. Hickman (et. all.), The New Handbook of Christian Year; Based on the Revised Common Lectionary,
Mengapa perlu ditegaskan bahwa Perjamuan Kudus diadakan pada Hari Paskah? Alasan utamanya adalah karena Hari Paska itu adalah hari Minggu! Kata "Minggu" dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Portugis (ketika dulu kita dijajah negara itu), "Dominggo" yang berarti "Tuhan". Jadi hari Minggu adalah Hari Tuhan, hari di mana Kristus bangkit. Itu sebabnya saudara-saudara muslim memilih untuk memakai kata Ahad untuk menggantikan kata Minggu.
Alkitab dalam banyak catatan yang berserakan menegaskan tradisi Hari Minggu ini sebagai hari merayakan kebangkitan Kristus. Beberapa contoh dapat dipaparkan di sini, di mana penulis Alkitab secara khusus mencantumkannya.
Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu. Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya (Mat 28:1-2). Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur (Mrk. 16:2).
Tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu, (Luk 24:1-2)
Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. (Yoh. 20:1)
Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam. (Kis. 20:7)
Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing--sesuai dengan apa yang kamu peroleh--menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang. (1 Kor. 16:2)
Karena itulah dalam tradisi liturgis ekumenis, Perjamuan Kudus diselenggarakan selalu pada hari Minggu, khususnya tentu pada Hari Minggu Paskah. Secara teologis, itu berarti, setiap hari Minggu kita merayakan Paskah Kecil. Tradisi lain menyebutkan bahwa justru Perjamuan Kudus pada Hari Paskah itu menjadi Feast of feasts, "Perjamuan terbesar di antara semua perjamuan." Ironisnya, selama ini kita justru menyelenggarakan Perjamuan Kudus pada beberapa hari Minggu sepanjang tahun dan malah mengabaikan Perjamuan Kudus terpenting setiap tahunnya, yaitu pada Hari Paskah.
Tradisi ekumenis yang merayakan Perjamuan Kudus bukan pada hari Jumat melainkan Minggu memperoleh dasar alkitabiahnya yang paling kuat dari Kisah Perjalanan Emaus. Pada hari kebangkitan itu pulalah Yesus melakukan pemecahan roti,
Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem .... Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. (Lk. 24:13, 30-31)
Apakah pengubahan tradisi dari hari Minggu Paska menjadi hari Jumat Agung dilakukan oleh para reformator? Ternyata tidak. Justru Calvin dan para pengikutnya sendiri menetapkan dalam Tata Gereja Jenewa 1561 demikian,
... Perjamuan itu harus dirayakan empat kali setahun, yaitu pada hari Minggu yang paling dekat dengan Hari Natal, Hari Paska, Hari Pentakosta, dan hari Minggu pertama bulan September pada musim gugur. ["Peraturan Gereja Jenewa, 1561, butir 73", dlm. Th. van den End (ed.), Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme,
Amat jelas bahwa keempat Perjamuan Kudus yang ditetapkan jatuh pada hari Minggu sebagai hari Tuhan, hari di mana Kristus bangkit. Khusus mengenai Perjamuan Kudus kedua, diadakan pada Hari Paskah, bukan Jumat Agung.
Kalau demikian, dari mana tradisi penggeseran hari ini muncul. Sebagian orang berpendapat bahwa gereja Belanda yang datang ke Indonesialah yang melakukannya. Pandangan ini keliru, karena dalam Tata Gereja Belanda 1619, hal yang sama dimunculkan.
Perjamuan Tuhan harus diadakan sedapat mungkin dua bulan sekali. Bila keadaan gereja memungkinkan, akan mendatangkan kebaikan jika Perjamuan diadakan pada Hari Paska, Hari Pentakosta dan Hari Natal. ["Tata Gereja Belanda, 1619, butir 63", dlm. ibid., h. 392.]
Maka, jelaslah, bahwa tidak ada alasan lagi untuk melanjutkan tradisi penyelenggarakan Perjamuan Kudus pada Hari Jumat Agung. Rasanya kita perlu mengembalikannya menjadi Perayaan Iman Terbesar, yaitu pada Hari Paskah. Sesuai dengan namanya, eucharist yang berarti pengucapan syukur, kita tidak semata-mata mengingat Kristus yang menderita dan mati pada Jumat Agung, namun justru mengucap syukur atas Kristus yang bangkit dari maut pada Paskah Kemenangan itu.
ditulis oleh : Pdt Agus Wiyanto, dkk (dikembangkan oleh Gloria Cyber Ministries)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar