JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

18 April 2009

Khotbah Minggu Quasimodogeniti, 19 April 2009


SONGON POSO POSO NA IMBARU TUBU
1 Petrus 2 : 2

Ev. Johannes 21 : 15-19 Ep. Titus 3 : 3-7

Apakah ada yang tau Lagu "Jangan sampai 3 kali " yang di populerkan oleh Lisa A Riyanto, putrinya pencipta lagu melankolik A Riyanto. Ya...lagu itu menggambarkan perasaan seorang kekasih yang dicederai hatinya. Satu kali...dimaafkan, dua kali...juga dimaafkan. tiga kali....jangan coba,...cukuplah sudah! Sedari dulu sudah aku katakan siapa diri ini....sedari dulu sudah aku katakan, janganlah kau sesali....(dst)

Di dalam kisah yang tertulis pada renungan kita di Minggu Quasimodogeniti, Johannes 21 : 15-19, Yesus menanyai Petrus sampai tiga kali. Mengapa Yesus menanyai Petrus sampai tiga kali? Kita tentu ingat bahwa sebelum penyaliban Yesus, Petrus telah menyangkal Yesus sebanyak 3 kali. Padahal sebelumnya, Petrus telah menyatakan bahwa kasih dari pada Kristus lebih besar dari murud-muridNya yang lain (Matius 26:35)

Pertanyaan Yesus yang pertama mengingatkan Petrus akan kesombongannya, saat ia menyatakan diri lebih setia dibanding murid-murid lainnya. Maka jawaban yang Petrus berikan tidak lagi berisi perbandingan dirinya dengan orang lain. Pertanyaan Yesus berikutnya juga membuat Petrus sedih. Ia ingat bahwa saat Perjamuan malam, ia merasa mengenal dirinya sendiri. Namun ternyata tidak. Maka untuk menjawab Yesus, ia tidak lagi merasa yakin dengan dirinya. Ia merasa lebih baik percaya kepada Tuhan yang mengetahui segala sesuatu (Yohannes 21:16b Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.) 

Tak cukup sampai disitu, Yesus menyuruh/menugaskan  Petrus untuk menjadi gembala umat-Nya, karena Yesus akan meninggalkan mereka. Mereka membutuhkan gembala yang dapat memimpin dan menjaga. Jika Petrus sungguh mengasihi Yesus, ia akan bersedia memperhatikan domba-domba Tuhannya. Ia akan mencari domba yang terhilang melalui pemberitaan firman, ia akan membimbing domba yang lemah melalui pemuridan, dan sebagai seorang Gembala Yang Baik ia akan menyerahkan nyawanya demi domba-dombanya.

Melalui kisah ini, kita dapat mengatakan bahwa seluruh percakapan tersebut bersifat "rehabilitatif" dan sekaligus "imperatif". Rehabilitatif, karena dengan penegasan itu, terhapuslah sebuah bercak noda yang amat kelam dari masa silam. Dan imperatif, karena dengan penugasan itu, terbukalah pintu kemungkinan serta jelas lah jalan di hadapan. Itulah yang selalu terjadi, pada saat setiap perjumpaan yang otentik dan pribadi dengan Yesus. Ia menutup masa lalu yang kelam, merehabilitasinya dan mengampuninya, sehingga tidak mengejar-ngejar dan tidak menghantui lagi. Sekaligus ia menguak lebar-lebar kemungkinan-kemungkinan baru, yang nyaris tanpa batas, untuk dijelajahi di masa depan. 

Kisah ini juga menegaskan, bahwa pemimpin yang layak ternyata bukan harus pemimpin yang bersih tanpa cacat. Track record seseorang memang penting untuk diperhatikan. Itu tidak bisa kita sangkal. Namun begitu, janganlah itu menjadi satu-satunya pertimbangan. Dari sudut pandang iman kristiani, ungkapan "sekali lancang ke ujian, seumur hidup orang tidak percaya", sesungguhnya tidak berlaku.Mengapa ?
Sebab, kita harus selalu membuka pintu bagi "rehabilitasi" dan "rekonsiliasi". Namun demikian, bukan di situ letak soal yang sebenarnya. Sebab bila persoalannya adalah besarnya dan banyaknya kejahatan seseorang...Tuhan kan selalu bersedia  me"negosiasi"kannya. Dan bila Ia bersedia, seyogyanya lah kita mau
"Marilah, baiklah kita beperkara! -- firman TUHAN -- Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu (Yesaya 1 :18-19)

Pintu pengampunan selalu terbuka. Tidak ada dosa atau kejahatan sebesar apapun, dan macam apa pun yang secara apriori dinyatakan "Dilarang masuk". Hanya saja jangan lalu bersifat menggampangkan! Sebab ada dua persyaratan tertentu yang mesti terpenuhi terlebih dahulu. 
Persyaratan pertama adalah, kata Tuhan : "Marilah kita berperkara". Artinya bereskan dulu masa lampau! Apakah kita sadari kejahatan yang telah kita perbuat? keruguan-kerugian yang kita timbulkan? kerusakan-kerusakan yang kita akibatkan? Kita sadarikah itu?...sesara-sadar-nya? Tapi jangan sekedar sadar.! Apakah kita juga bersedia menunjukkan kesadaran kita itu dengan mengakui, bahwa yang kita lakukan itu adalah sebuah kejahatan? Ini perlu jelas, sebab yang sering dilakukan orang adalah, ke dalam sadar tapi keluar? Lagaknya seolah-olah bersih bak bayi yang berumur sepuluh hari, Menyebalkan!
Persyaratan kedua untuk memasuki pintu pengampunan adalah, sabda Tuhan : "Jika kamu menurut dan mau mendengar". Artinya bukan hanya penyesalan tetapi mesti pula ada pertobatan. Keduanya adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Penyesalan yang sungguh tidak sekedar dinyatakan melalui cucuran air mata meratapi yang telah lalu. Melainkan harus dibuktikan melalui sikap, ucapan, dan tindakan yang berbeda, yang lebih baik dan yang lebih baru.

Seperti lagu Lisa A.Riyanto tadi, yang memperingatkan sang kekasih hati agar jangan menyakiti sampai tiga kali, demikianlah lagi kita jangan lagi menyakiti hati Yesus. Sebagai kekasih hati-Nya dan sebagai domba-dombaNya kita harus siap dan konsekwen menghadapi dan menerima yang harus kita alami di dalam hidup kita karena kita tahu betul bahwa "Kasih Yesus" sungguh besar di dalam hidup kita. 
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yohannes 15 : 18-19)
Itulah konsekwensi-nya kita mengikut Yesus, sehingga kita tidak perlu menyangkal-Nya di dalam hidup kita sekalipun di saat-saat yang sangat menyulitkan di dalam hidup kita.

Kasih kepada Tuhan memang tidak bisa dinyatakan hanya dengan kata-kata belaka. Kasih harus dinyatakan di dalam perbuatan dan termanifestasi di dalam pelayanan. Pelayanan yang dimaksud bukan hanya sekedar terlibat menjadi majelis (parhalado), menjadi pengurus, atau aktif di dalam paduan suara gereja. Namun ketika menghadapi tantangan, ketika ada orang yang merasa harus lebih dipentingkan, ketika merasa diperbudak, adakah kita tetap memliki kerendahan hati dan kerelaan berkorban? Melayani dengan kasihkah kita dalam berbagai situasi sulit?
Setelah penyaliban Yesus, suatu karya keselamatan yang tiada taranya di dunia ini, kita layaknya seorang bayi yang baru lahir (Quasimodogeniti) yang selalu ingin air susu yang murni dan yang rohani.  Marilah kita dengan setia mengikut Yesus supaya kita senantiasa bertumbuh dan beroleh keselamatan. Amin




Tidak ada komentar:

Posting Komentar