JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

10 Oktober 2008

GERAKAN KHARISMATIK - Suatu Tinjauan


Bagaimana Sejarah Munculnya Gerakan Karismatik?

Dr. Martin Luther sebagai tokoh reformator Protestan dari Jerman memulai tindakan memprotes penyelewenganpenyelewengan gereja Katolik Roma dengan menempelkan 95 dalil di depan gereja Wittenberg. Saat itu api dan semangat Luther telah membakar beberapa reformator seperti Calvin, Zwingli, dll untuk meneruskan semangatnya.
Dalam hal ini, penerus Luther yang paling ketat mengajarkan theologi Reformasi adalah John Calvin, yang nantinya menjadi cikal bakal theologi Reformed. Pdt. Dr. Stephen Tong menyebut Luther sebagai pendobrak ajaran yang salah dan Calvin sebagai pembangun ajaran yang benar. Sejarah theologi dan gereja-gereja Reformed/Presbyterian telah berjalan tahun demi tahun meskipun di bawah tekanan yang berat khususnya dari kepausan Roma Katolik, di mana ada
suatu saat, jemaat Protestan di Perancis dibunuh habis oleh raja Perancis yang Katolik.

Sejarah ini terus berjalan, hingga pada suatu saat ada suatu gerakan yang timbul melawan atau tidak puas dengan theologi dan gereja-gereja Reformed/Protestan. Pertama-tama di awal abad 20 (1 Januari 1901), timbullah apa yang disebut dengan Gerakan Pentakosta (Old Pentecostal) yang dimulai dengan seorang wanita yang bernama Agnes Ozman yang mengaku menerima “baptisan” Roh Kudus di Jalan Azusa (Azusa Street). Gerakan ini disebut First Wave Movement (Gerakan Gelombang Pertama). Meskipun sudah menampakkan tanda-tanda ketidakbertanggungjawaban, tetapi gerakan ini masih memegang Alkitab (meski ada yang sudah disalahtafsirkan), lagu-lagu rohaninya cukup bermutu, dll. Gerakan ini disusul dengan Second Wave Movement (New Pentecostal) dan Third Wave Movement yang akhirnya menjadi Gerakan Karismatik yang sekarang ini. Gerakan ini mulai mengheboh ketika terjadi suatu ibadat
“kepenuhan” “roh kudus” di Toronto yaitu apa yang dikenal dengan gejala Toronto Blessing yang terjadi kira-kira akhir abad 20. Gejala ini ditandai dengan suatu tanda di mana ketika di dalam sebuah gereja di Toronto Vineyard Church pada waktu Firman Tuhan diberitakan dan khotbah disampaikan, tiba-tiba beberapa jemaat tertawa terbahak-bahak, menangis meraung-raung, memukul-mukul meja, mengaum seperti singa, dll. Lalu, si “pendeta” yang berkhotbah lalu mengklaim bahwa ini adalah pekerjaan “roh kudus”, maka populerlah suatu istilah “baru” yaitu: “tertawa dalam roh”, “tertawa kudus” (“holy” laughter), dll. Gejala ini mulai mengheboh dan menyusup ke dalam berbagai denominasi gereja induk seperti Gereja Anglikan, Presbyterian, Baptis dan bahkan Katolik Roma (muncul Gerakan Pembaharuan Karismatik Katolik). Dari gejala ini, gereja-gereja di seluruh dunia ikut-ikutan semua, bahkan ada gereja-gereja yang memakai nama “Blessing” di belakang nama gerejanya, yang paling heboh, Ir. Herlianto, M.Th. dalam bukunya Toronto Blessing, Lawatan Roh Allah Masa Kini? pernah menyebutkan adanya sebuah nama: Satay Kranggan Blessing. Istilah “Blessing” begitu ramai dipergunakan oleh orang-orang “Kristen” dan “gereja-gereja” di seluruh dunia. Yang paling menghebohkan sebuah gereja Karismatik “terbesar” di Surabaya (yang memiliki “Graha” di Nginden) pernah mengadakan tour spesial ke Toronto untuk menyaksikan Toronto Blessing untuk dibawa ke gerejanya. Gejala ini sempat heboh, bahkan buku-buku yang membahas mengenai gejala ini (ada yang pro dan kontra) begitu laris di pasaran Kristen. Pdt. Dr. Bambang H. Widjaja (Gereja Kristen Perjanjian Baru–GKPB) pernah menyetujui gerakan Toronto Blessing sebagai karya “roh kudus” dalam sebuah kesaksiannya di Majalah Rohani Populer BAHANA. Gejala ini bertahan paling lama 5 tahun, semenjak awal abad 21, gejala ini sudah tidak terdengar lagi suaranya. Tiba-tiba gejala ini surut total dan buku-bukunya sudah mulai kosong dan tidak dicetak lagi karena gejala ini sudah REDA! Sebagai kelanjutannya, Pdt. Dr. Bambang H. Widjaja ini dalam Majalah Rohani BAHANA mengaku kesalahannya dahulu yang menerima gejala Toronto Blessing sebagai lawatan “roh kudus.”

Setelah gejala ini reda, timbul suatu trend baru dari gerakan Karismatik yaitu bukan pergi ke Toronto, tetapi pergi ke Korea. Seorang “hamba Tuhan” yang memiliki gereja bernama Yoido Full Gospel Church yang pernah menulis Dimensi Ke empat, dll menjadi “hamba Tuhan” booming setelah redanya gejala Toronto Blessing. Melalui gerejanya di Seoul, Korea Selatan, banyak “hamba Tuhan” dan gereja di seluruh dunia meniru dan menganggap gereja Yoido Full Gospel adalah gereja yang sukses karena jumlah jemaatnya terbesar di Korea. Tetapi setelah diadakan survei gereja di seluruh Korea Selatan, ternyata gereja terbesar bukanlah gereja Yoido itu, tetapi Gereja Presbyterian. Bukankah ini sebuah penipuan yang dilakukan oleh gereja-gereja Karismatik yang menganggap diri dari “roh kudus”?! Pendiri Yoido Full Gospel Church tersebut dalam bukunya Dimensi Keempat mengajarkan bahwa ketika kita ingin mempunyai mobil VW kodok, bayangkan warna, jenis, harga dan semua tentang mobil VW kodok, lalu klaimlah, maka Anda akan mendapatkannya.
Ajaran Positive Thinking ini begitu merajalela di dalam gereja-gereja Kristen khususnya di gereja-gereja Karismatik. Lalutidak sampai di situ saja, ajaran-ajaran Positive Thinking juga dicetuskan oleh Dr. Norman Vincent Peale (mantan gereja Methodist), “Rev. Dr.” Robert H. Schuller dan anaknya, Dr. Robert A. Schuller (Crystal Cathedral), “Rev.” John Avanzini, “Rev. Dr.” Morris Cerullo, dll dengan ajaran “Name it and claim it” (“Sebut dan Tuntutlah!”). Setelah itu, ajaran “Word Faith Movement” juga muncul dari pendiri, “Rev.” Benny Hinn, dll. Ajaran ini mengatakan bahwa apa yang kita katakan, kita harus mengimaninya bahwa itu pasti terjadi. Kemudian, muncul tokoh-tokoh terkenal yang juga TV evangelists (“penginjilpenginjil TV) mulai dari Jim Bakker, Jimmy Swagart, dll. Anda tahu siapa kedua tokoh ini? Jim (James) Bakker adalah seorang “pendeta” yang berhasil dengan liciknya menipu orang-orang “Kristen. Di salah satu kebaktian yang disiarkan di TV, Jim Bakker berkata bahwa orang yang duduk di baris keempat dan kolom ke empat (dan seterusnya) sedang sakit kanker, lalu Jim Bakker berkata bahwa Tuhan akan menyembuhkannya. Semua orang kaget dan menyangka inilah pekerjaan “roh kudus” pertama dari karunia-karunia Roh Kudus yaitu kata-kata bijaksana (1 Kor. 12:1-11). Oleh karena itu, gejala ini di kalangan gereja-gereja Karismatik disebut Third Wave Movement (Gerakan Gelombang Ketiga). Tetapi seorang wartawan mulai curiga dengan hal ini, tiba-tiba ia menyelidikinya dan ternyata diketemukan bahwa Jim Bakker memakai sebuah wireless-earphone ketika berkhotbah. Di mana lazimnya, sebelum kebaktian dimulai, ada penyambut tamu yang menanyakan kabar dari para jemaat yang datang, nah, si penyambut tamu ini melaporkan ke Jim Bakker melalui wireless-earphone bahwa si ini, itu sakit ini dan itu. Lalu, Jim Bakker mengatakan bahwa “roh kudus”-lah yang memberitahu demikian. Hidupnya pun benar-benar tidak beres, main pelacur yang tidak lain adalah dengan sekretaris gerejanya sendiri, Jessica Khan. Inilah gaya penipuan yang telah merugikan berjuta-juta orang “Kristen” yang dengan mudahnya ditipu oleh pekerjaan-pekerjaan setan! Inikah pekerjaan “roh kudus”?!

Orang kedua yang sama gilanya adalah Jimmy Swagart. Jimmy Swagart dalam setiap khotbahnya di TV di USA selaluberkata, “God told me” (=Tuhan berkata kepada saya) bahwa gereja-gereja akan suam-suam kuku, dan hanya gerejanya saja yang “bertumbuh.” Di TV, Jimmy Swagart menghina Jim Bakker, tetapi pada saat yang sama, dia sedang berbuat hal yang sama dengan Jim Bakker. Pagi, dia berkhotbah tentang “roh kudus”, dan malam harinya dia pergi ke pelacuran.
Lantai rumahnya dari marmer, kran rumahnya dilapisi emas, dan rumah anjingnya ada AC. Jimmy Swagart memecat asistennya karena tidak mau taat kepadanya. Lalu, si asisten ini merasa benci dan dendam, dan akhirnya bertekad untuk menelusuri kehidupan Jimmy Swagart. Dan akhirnya, si asisten ini menemukan Jimmy Swagart sedang ke pelacuran. Si asisten ini merekam semua adegan ini dan mengempiskan ban mobilnya agar si asisten ini bisa merekam dengan lebih lama semua adegan ini tanpa diketahui oleh Jimmy Swagart. Lalu, hasil rekaman ini dibawa ke sinode Assembly of God (Gereja Sidang Jemaat Allah) di Colorado, USA dan Jimmy Swagart dipanggil sinode, ditontonkan sebuah hasil rekaman video ini dan ditanyai apakah dia berbuat seperti itu. Pertama kali, sebelum ditontonkan hasil rekaman ini, ia tidak mau mengaku, tetapi setelah ditontonkan hasil rekamannya, ia akhirnya mengaku. Ia diharuskan mengaku di TV di hadapan 8.000 orang atau lebih, lalu berita ini tersiar dan kembali, Kekristenan dihina.

Orang ketiga yang tidak bertanggungjawab adalah Oral Roberts. Di TV, dia berteriak-teriak minta uang U$ 8,3 juta. Ia mengaku jika dia tidak dipenuhi keinginan, maka ia akan dipanggil oleh Tuhan. Kemudian, orang-orang “Kristen” pemuja Oral Roberts di USA ramai-ramai mengumpulkan uang karena takut dia meninggal. Tiba-tiba pada hari H, munculnya sebuah check yang berisi U$ 6 juta dan ketika wartawan menelusurinya, apakah orang yang memberikan check ini orang Kristen atau bukan, ternyata bukan. Orang ini berkata, “Ya, kalau orang sudah gila tidak ditolong, kan kasihan. Toh uang saya cukup banyak, nanti kalau orang itu bunuh diri kan kasihan.” Kembali, Kekristenan dihina habis-habisan. Anda mengira ini pekerjaan “roh kudus”?! Anda kira pekerjaan “roh kudus” pasti wah, heboh dan gemerlap ala “club” rohani?!

Setelah gejala Toronto Blessing, pendiri Yoido Full Gospel Church, dan para TV evangelists ini usai, sekarang timbul gejala-gejala baru mulai dari Pensacola Blessing, “mukjizat” gigi emas, “penginjilan” terhadap orang mati, Minyak Urapan, Festival “Kuasa Allah”, Bethany-isme, Mujizat Crusade. Kekristenan telah dirusak oleh ajaran-ajaran yang begitu simpang siur tetapi tetap saja tidak sadar bahkan mereka cenderung menikmatinya (enjoy) karena mereka menganggap yang dari “roh kudus” tidak usah pakai pikiran. Sambil berkata demikian, orang seperti ini sebenarnya secara tidak sadar sedang menggunakan pikirannya untuk mengatakannya. Ironis sekali! Setelah kita menelusuri sejarah-sejarah gerakan ini, mari kita kembali untuk menyelidiki benarkah gerakan ini dari Tuhan dan sesuai Alkitab, atau sebenarnya ini merupakan penipuan yang setan sedang kerjakan untuk memperdayakan anak-anak Tuhan di zaman ini? Jujur saya akui tidak semua gereja-gereja Karismatik/Pentakosta menerima ajaran-ajaran yang sama, karena beberapa dari mereka sudah sadar bahwa ajaran-ajaran mereka salah, dan bahkan ada seorang hamba Tuhan dari Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) menyerang ajaran-ajaran sesat seperti “mukjizat” gigi emas, tertawa “kudus” ala Toronto Blessing, dll.

Apa Kelebihan-kelebihan dari Gerakan Karismatik?

Sebuah gerakan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Nah, pada saat ini kita akan mempelajari sedikit kelebihan gerakan Karismatik.

Pertama, gerakan ini memotivasi orang untuk memberitakan Injil. Memang benar, sepanjang sejarah theologi, khususnya theologi Reformed, semangat penginjilan sudah menjadi luntur semenjak Calvin mengatakan bahwa penginjil tidak diperlukan lagi. Tetapi tidak berarti akibatnya munculnya gerakan Karismatik, muncullah theologi Reformed Injili.
Karena sepanjang sejarah, Rev. Jonathan Edwards, A.M. dan George Whitefield bertheologi Reformed sekaligus bersemangat Injili (mengabarkan Injil). Jadi munculnya theologi Reformed Injili bukan karena adanya gerakan Karismatik, tetapi itu sudah semestinya yang diajarkan oleh Alkitab dan diikuti oleh gereja-gereja. Meskipun gerakan ini memiliki semangat penginjilan, tetapi orang-orang dalam gerakan ini kurang menguasai isi Injil Kristus yang sejati, dikarenakan mereka sendiri tidak perlu theologi yang sehat.

Kedua, ada sukacita dalam pelayanan. Banyak para pelayan gereja-gereja Protestan mainline sudah kehilangan sukacita dalam melayani Tuhan, karena ada “beban” jika mereka harus melayani Tuhan. Gerakan Karismatik sedikit memberikan kontribusi positif yaitu adanya sukacita dalam melayani Tuhan. Mereka rajin dan giat melayani Tuhan. Hal ini yang patut ditiru oleh gereja-gereja Protestan mainline yang hanya pintar bertheologi, tetapi lupa untuk ambil bagian dalam pelayanan. Meskipun gerakan ini memotivasi orang untuk melayani Tuhan, tetapi orang-orang dalam gerakan ini terkadang menyepelekan pentingnya theologi yang sehat dalam pelayanan itu sendiri.

Ketiga, memotivasi orang untuk berdoa. Gereja-gereja Protestan mainline (seperti GKI, GPIB, GKJW, dll) sudah melupakan pentingnya berdoa. Doa menjadi suatu rutinitas dan keterpaksaan semu, sehingga ibadah/kebaktian doa sudah hilang dari peredaran mayoritas gereja-gereja seperti yang saya sebutkan. Dalam hal ini, gerakan Karismatik sedikit memberi kontribusi positif yaitu pentingnya jam doa dalam gereja. Tetapi yang perlu disadari apa pentingnya jam doa ini dan motivasi dalam berdoa, kurang dimengerti secara holistik oleh gerakan Karismatik, sehingga mereka mengadakan doa bahkan doa semalam suntuk tanpa mengetahui motivasi, tujuan dan cara yang benar yang seperti Tuhan inginkan. Saya tidak menyalahkan jika gereja-gereja mengadakan ibadah/persekutuan doa bahkan doa semalam suntuk, karena itu baik, tetapi motivasi, cara dan tujuan dari doa tersebut harus jelas.

Keempat, khotbah yang cukup panjang/lama. Gereja-gereja non-Karismatik (Protestan mainline dan Katolik Roma) memiliki jam khotbah lebih pendek dari gereja-gereja Karismatik. Ambil contoh, gereja Katolik mempergunakan jam khotbah hanya kira-kira 10-15 menit dan selebihnya dipergunakan hanya untuk liturgi ibadah. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran dari seorang theolog Katolik Roma Thomas Aquinas yang mengatakan pentingnya liturgi dalam gereja, sehingga khotbah dan penyampaian Firman Tuhan disingkirkan bahkan hampir diabaikan. {Hal ini akan saya uraikan pada edisi berikutnya}. Gereja-gereja Protestan mainline (seperti GKI) mempergunakan jam khotbah hanya kira-kira 30 menit dari kira-kira 1 jam ibadah, lebih lama sedikit dari gereja-gereja Katolik Roma, tetapi masih sebentar. Dan gerejagereja Injili (seperti GKA, GKT, dll) hanya mempergunakan waktu 30-45 menit dari 90 menit ibadah, lebih mendingan dari gereja-gereja seperti GKI, dll, tetapi masih kurang. Dalam hal ini, gereja-gereja Karismatik mempergunakan jam khotbah hampir 1 jam penuh, meskipun perlu disadari beberapa khotbah mereka hampir tidak ada isinya karena terlalu banyak lelucon, kesaksian, cerita-cerita, dll. Gerakan Reformed Injili dari hamba-Nya, Pdt. Dr. Stephen Tong mendobrak gereja-gereja seperti ini dan mulai menempatkan pemberitaan Firman Tuhan melalui khotbah ekspositori (membahas dan menafsirkan ayat per ayat dalam satu perikop Alkitab). Gereja-gereja yang memegang teguh theologi Reformed Injili menjalankan pemberitaan Firman di mana khotbah gereja-gereja tersebut menggunakan cukup lama, biasanya 1 jam.

Kelima, menggugah kembali pentingnya pengalaman rohani. Gereja-gereja Protestan mainline terlalu menekankan
pentingnya theologi dan akademis, sampai lupa pentingnya juga pengalaman rohani dengan Tuhan. Dalam hal ini, gerakan Karismatik menggugah kembali pentingnya pengalaman rohani, tetapi masalahnya pengalaman rohani tidak selalu datang dari Tuhan. Nah, oleh karena itu, kembali, Gerakan Reformed Injili menyeimbangkan kedua hal ini, pentingnya theologi yang sehat dan bertanggungjawab yaitu theologi Reformed dan pengalaman rohani sejati yang sesuai Alkitab. Setiap pengalaman rohani yang bukan datang dari Allah dan tidak sesuai dengan Alkitab wajib dibuang, sedangkan yang sesuai dengan Alkitab, menandakan adanya hubungan yang intim/relationship dengan Allah. Tidaklah salah jika ada orang yang bersaksi di gereja, menyaksikan cinta kasih Tuhan, tetapi yang perlu diperhatikan kesaksian itu apakah asli atau palsu dan apakah yang disaksikan benar-benar sesuai Alkitab atau asal comot ayat Alkitab tanpa
melihat konteks lalu bersaksi sembarangan dengan pakai ayat Alkitab tersebut.


Apa Kekurangan-kekurangan dari Gerakan Karismatik?

Pertama, “theologi” kemakmuran (=hedonisme). Mayoritas (TIDAK SEMUA) gerakan/gereja Karismatik mengagungkanapa yang disebut sebagai “theologi” kemakmuran atau yang disebut sebagai “injil” sukses. Ajaran ini mengatakan bahwa setiap orang “Kristen” harus sukses, kaya, berhasil, berkelimpahan, sehat, dll. Buku-buku yang bertemakan sukses dari pendiri Yoido Full Gospel Church tersebut yang berjudul, “Mengapa Saya Harus Menderita?”, “Dimensi Keempat”, dll begitu laris di pasaran Kekristenan. Bahkan ada satu gereja Karismatik “terbesar” di Surabaya menggunakan nama depan “Successful.” Siapa sich di dunia ini yang tidak mau sukses? Bahkan banyak “hamba Tuhan” pun salah mengerti konsep sukses yang Tuhan inginkan. Bukankah dunia ini selalu mengajarkan sukses, berpikir dan menjadi kaya, dll? Menurut mereka, sukses itu ditandai dengan banyaknya uang, kita semakin dihormati, atau mungkin kita menjadi motivator unggul seperti yang sedang digembar-gemborkan oleh Tung Desem Waringin (semboyan utama: “Dahsyat!”), Johan Yan (slogan utamanya: Poor is Sin atau Miskin adalah Dosa), Andrie Wongso (slogan utamanya: “Success is My Right” atau Sukses adalah Hak Saya) yang mengadakan seminar bersama A. A. Gym. Itukah sukses yang Tuhan inginkan? TIDAK!
Kalau begitu, apakah orang Kristen tidak boleh sukses? TIDAK juga! Tuhan menginginkan orang Kristen sukses dengan cara Tuhan yaitu rela menjadi hamba, taat mutlak pada perintah-Nya, tidak mau-maunya sendiri, mengerjakan apa yang Alkitab ajarkan yaitu jujur, setia, taat, suci, dan tidak tamak/cinta uang (1Tim. 6:10). Dengan kata lain, Tuhan menginginkan kita sukses dengan motivasi, cara, dan tujuan yang memuliakan Tuhan (Rm. 11:36).

Jika kesuksesan, kemakmuran, dan ada “roh kudus” ditandai dengan hal-hal fenomenal (seperti, jemaat gereja yang semakin banyak), maka Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa sebutlah juga Mekkah sebagai tempat yang ada “roh kudus” karena setiap tahun orang yang datang ke Mekkah, itu hampir 12 juta lebih banyak dari orang-orang dalam sekali penginjilan oleh Billy Graham. Kuantitas tak menjamin sebuah gereja benar-benar ada Roh Kudus. Karena sejujurnya, gereja-gereja setan di USA lebih banyak pengikutnya, beranikah Anda mengatakan itu juga dari “roh kudus”?



Kedua, mutlaknya berbahasa roh. Mayoritas (tidak semua) dari gerakan ini memutlakkan bahasa roh sebagai satusatunya tanda kepenuhan “roh kudus.” Bahkan di salah satu gereja Karismatik terbesar di Surabaya membuka SOM (Sekolah Orientasi Melayani) yang mempelajari bahasa roh. Sungguh lucu, apakah Alkitab pernah mengajarkan bahasa roh perlu dipelajari? Bukankah itu salah satu dari karunia Roh Kudus yang paling tidak penting (1 Kor. 12:1-11)? Bahkan, Pdt. Thomy J. Matakupan dalam katekisasi yang pernah saya ikuti, pernah mengatakan bahwa di sebuah SOM (Sekolah Orientasi Melayani) di gereja Karismatik “terbesar” di Surabaya, ada “pendeta” yang menyebutkan bahwa hanya orang-orang yang bisa berbahasa roh yang diangkat Tuhan Yesus ke Surga (atau diselamatkan). Di seluruh Alkitab, tidak ada satu ayat pun yang mengajar hal seperti ini. Inilah namanya sesuatu yang relatif dimutlakkan. Masih adakah bahasa roh sampai sekarang? Masih ada, tetapi penggunaannya sudah diselewengkan oleh banyak “pemimpin-pemimpin gereja” yang tidak bertanggungjawab! Bahasa roh bukan sebagai syarat untuk diselamatkan (Second Blessing/Berkat Kedua), tetapi itu hanya karunia dan hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang Allah inginkan. Karunia ini pun adalah termasuk karunia yang tidak penting karena urutannya paling akhir, karena karunia ini mudah dipalsukan oleh setan.
Kalaupun karunia bahasa roh ada, ini harus dipergunakan hanya dalam pengabaran Injil bukan sebagai embel-embel/ syarat tambahan untuk masuk Surga. Keselamatan hanya ada di dalam nama Tuhan Yesus dan hanya melalui anugerah-Nya yang memberikan iman kepada anak-anak-Nya serta kita melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada cara lain manusia bisa diselamatkan, hanya oleh karena anugerah dan iman saja, bukan karena perbuatan baik atau pun kemampuan berbahasa roh (juga bisa digolongkan sebagai perbuatan baik manusia). Untuk hal ini, silahkan baca 1 Korintus 14:1-40 (baca seluruh ayat, jangan dipotong-potong).



Ketiga, “rebah dalam roh.” Mayoritas gerakan ini mempercayai bahwa jika “roh kudus” bekerja atas orang-orang tertentu maka orang-orang tersebut harus rebah/jatuh ke belakang (Jawa: nggeblak). Hal ini terjadi pada banyak ibadah/kebaktian kesembuhan “ilahi” atau dengan istilah-istilah seperti: Festival “Kuasa Allah” atau KKR Kesembuhan “Ilahi” atau sejenisnya. Biasanya orang-orang yang maju ke depan (altar call) didoakan oleh “pendeta” lalu tiba-tiba pasti disertai
adegan nggeblak ini. Kalau pun orang-orang ini ada yang tidak nggeblak, sang “pendeta” mendorong-dorong atau kalau perlu meniup (entah sudah sikat gigi atau belum) supaya orang ini bisa jatuh/nggeblak (entah apakah itu dari “roh kudus” atau tidak tahan bau si “pendeta” yang belum sikat gigi atau baru makan jengkol). Kemudian, anehnya, ada orang-orang/panitia-panitia yang menjaga agar orang-orang yang jatuh ini kepalanya tidak sampai ke tanah. Pdt. Thomy J. Matakupan (GRII Andhika) kembali mengatakan bahwa Alkitab tak pernah mengajarkan dua adegan ini! Benarkah Alkitab mengajar bahwa orang dipenuhi Roh Kudus pasti jatuh ke belakang? Alkitab TIDAK pernah mengajarkan hal tersebut satu kali pun. Lalu, bagaimana dengan Paulus? Mari kita analisa. Di dalam Kisah Para Rasul 9:4, dr. Lukas mencatat, “Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?"” Kata “rebah” di dalam terjemahan Indonesia kurang tepat. Mayoritas Alkitab terjemahan Bahasa Inggris menerjemahkannya sebagai jatuh ke tanah (fall to the earth). Apakah ini berarti jatuh ke belakang? Saya lebih menafsirkan itu sebagai jatuh tersungkur. Mengapa? Karena Paulus adalah seorang Yahudi yang tahu bahwa jika ada sinar terang yang menyilaukan itu pasti Tuhan, sehingga reaksi pertama yang ia lakukan pasti tersungkur. Di dalam Perjanjian Lama, tidak ada satu nabi, imam, dan raja yang berdiri di hadapan Tuhan (atau dipenuhi Roh Allah) lalu tiba-tiba jatuh ke belakang. Daud ketika dipenuhi Roh Kudus, ia tidak jatuh ke belakang, begitu juga dengan para nabi, imam, dan raja lain.

Keempat, Word of Faith Movement (Gerakan Kata-Kata “Iman”). Mayoritas dari gerakan ini mempercayai bahwa apa pun yang kita katakan, kita harus mengimaninya bahwa itu pasti terjadi. Itukah iman? Itu bukan iman, tetapi self-confidence (kepercayaan diri) yang menggunakan nama iman dan Tuhan dengan sembarangan padahal itu dari diri sendiri.
Bedakan dua istilah antara iman dan kepercayaan diri/Positive Thinking! Iman adalah penyerahan total diri manusia kepada Allah dan menempatkan-Nya sebagai Tuhan (LORD; Yunani: Kurios) di dalam hidupnya (Yunani: pistos berarti bergantung pada Kristus). Sedangkan kepercayaan diri atau berpikir positif ala duniawi adalah berpusat pada manusia (dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia à tesisnya berbeda total dari Roma 11:36: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”) Prinsip penting iman sejati (bukan kepercayaan diri) dapat kita pelajari melalui doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani. Ketika Ia mau disalib, Ia dengan sedih hati berseru kepada Bapa, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku,” (Mat. 26:39), tetapi Ia tidak berhenti di situ, Ia melanjutkan perkataannya, “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Itulah iman, yaitu penyerahan total pada kehendak-Nya yang berdaulat.

Kelima, orang-orang “Kristen” yang sakit pasti disembuhkan oleh Tuhan. Kembali, Word Faith Movement muncul. Kalau ini bentuknya mirip Word Faith Movement, tetapi lebih menekankan aspek self-confidence dari si sakit lalu si sakit harus memiliki “iman kepada Tuhan” (yang sebenarnya iman kepada diri sendiri) bahwa dia pasti sembuh. Mereka menggunakan istilah, “Name it and claim it!” (Sebut dan Tuntutlah!). Mereka beralasan kita adalah anak-anak Raja, di
mana Raja pasti menuruti apa yang kita mau, karena kita adalah anak-anak-Nya. Benarkah ajaran demikian? Bukankah Kristus sendiri yang adalah Anak Allah dibiarkan oleh Bapa-Nya menanggung dosa manusia bahkan sampai disalib di kayu salib? Kalau seandainya ajaran ini benar, tentunya Kristus juga tidak boleh dibiarkan oleh Bapa-Nya untuk mati di kayu salib demi dosa-dosa kita karena Kristus adalah Anak Allah (bdk. Mat. 26:39), dan bagaimana “nasib” kita yang dosanya tambah lama tambah besar dan tak tertebus?! Orang yang memiliki kepercayaan bahwa kalau mereka sakit pasti disembuhkan oleh Tuhan, suatu saat ketika mereka benar-benar sakit dan Tuhan tidak menyembuhkannya, maka orang-orang seperti ini paling dahulu menghujat Allah dan meninggalkan gereja. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan beliau pernah bertemu dengan seorang “Kristen” yang mengatakan bahwa dia sedang kecewa kepada Allah.
Beliau bingung mengapa ada orang “Kristen” seperti ini. Apakah ini salahnya sendiri atau sebaliknya, salahnya gereja yang mengajarkan Alkitab secara sembrono dan mengatakan bahwa orang Kristen pasti sukses, sehat, kaya, berkelimpahan, dll? Benarkah orang sakit pasti disembuhkan oleh Tuhan? Sebenarnya yang berdaulat itu Tuhan atau manusia? Kalau ajaran ini benar, maka idealnya, manusia lah yang mengatur alam semesta dan “Tuhan” menjadi pembantunya saja. Tetapi kenyataannya, manusia saja mengurusi keluarga saja tidak beres, apalagi mengurusi alam semesta tambah tidak beres. Jadi, siapa yang sebenarnya berdaulat? Tentulah, Allah. IA memang mampu menyembuhkan penyakit karena IA Mahakuasa, tetapi IA sendiri belum tentu mau melakukannya, karena mungkin tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Misalnya: kalau penyakit si X disembuhkan, si X tidak lagi melayani Tuhan, maka IA tidak menyembuhkan penyakitnya. Paulus, sang rasul Kristus pun menderita suatu penyakit yang TIDAK disembuhkan Tuhan (lih. 2Kor. 12:7-10). Ini membuktikan anak Tuhan TIDAK luput dari sakit, penderitaan, kesengsaraan, bencana, dll, tetapi bedanya, ketika menghadapi semua kesulitan, anak-anak Tuhan memandang kepada Tuhan dan beriman kepada-Nya sehingga mereka bisa bertahan sampai akhir dan mencapai kemenangan yang gilang-gemilang, karena mereka telah ditempa oleh Tuhan (bdk. 2Kor. 12:10 yang merupakan reaksi Paulus setelah penyakitnya tidak disembuhkan Tuhan).

Keenam, “roh kudus” melawan rasio. Bukankah mayoritas “hamba Tuhan” dari gerakan ini melawan theologi habis-habisan
dan menganggap theologi itu produk setan?! Mereka menganggap orang yang dipenuhi “roh kudus” tidak boleh pakai
akal/rasio. Sungguh aneh, bukan? Rasio itu diciptakan oleh Tuhan dan barangsiapa yang menghina rasio, ia juga
menghina Tuhan sebagai Penciptanya. Memang, orang Kristen tidak boleh mendewakan rasio, tetapi orang Kristen tetap
harus berpikir dan beriman ketika di gereja. Masalahnya, orang Kristen kalau ke gereja sudah tidak mau lagi
menggunakan pikirannya karena si “pendeta” berkata bahwa khotbah itu tidak boleh memberatkan jemaat. Benarkah Roh
Kudus bertentangan dengan rsaio? Bukankah Alkitab sendiri mengatakan bahwa Roh Kudus akan datang untuk
menginsyafkan manusia akan dosa, kebenaran dan penghakiman serta apa yang Kristus telah ajarkan (baca: Yohanes
15-16)?

Ketujuh, pendeta/hamba Tuhan yang berbisnis. Di lingkungan mayoritas gereja Karismatik/Pentakosta, tidak usah heran,
banyak gembala sidang/pendeta/hamba Tuhan yang berbisnis. Mereka membagi hamba Tuhan menjadi dua, full-time
dan part-time. Hamba Tuhan full-time melayani Tuhan penuh waktu di gereja sebagai pengerja/pendeta, sedangkan
yang part-time melayani Tuhan penuh waktu sebagai pendeta sambil bekerja di luar entah itu sebagai usahawan
(businessman), dokter gigi, dokter umum, insinyur, dll. Jabatan dualisme yang mengajar bahwa pendeta boleh bekerja
jelas tidak diajarkan Alkitab. Lalu, bagaimana dengan Paulus, bukankah dia tukang kemah? Baca Kis. 18:3. Dokter
Lukas mencatat bahwa Paulus bersama Akwila dan Priskila adalah sama-sama tukang kemah. Tetapi perlu diingat
Paulus bekerja sebagai tukang kemah bukan sebagai profesi tambahan, tetapi untuk mencukupi keuangan. Sedangkan
yang terjadi pada banyak pendeta sekarang bukan mencukupi biaya hidup/keuangan, tetapi MENAMBAH
biaya/keuangan, akibatnya tidak heran banyak pendeta di gereja Karismatik/Pentakosta pasti kaya-raya, mempunyai
mobil mewah lebih dari 1. Salah seorang gembala senior gereja Karismatik terbesar di Surabaya memiliki rumah
bertingkat di daerah Dharmahusada di Surabaya, pintu pagar otomatis, mobil mewah, dll. Pdt. Dr. Stephen Tong
memaparkan bahwa ada pendeta Karismatik di Amerika Serikat memiliki rumah mewah, kran airnya terbuat dari emas,
bahkan rumah anjingnya ada AC-nya. Di dalam hal keuangan, banyak pendeta Karismatik/Pentakosta tidak beres. Anda
bisa membaca sendiri apa yang dipaparkan di atas tentang Oral Roberts yang menipu, sehingga setelah kasus itu,
Kekristenan dihina. Kembali, kalau begitu, bolehkah pendeta/hamba Tuhan bekerja? TIDAK. Mengapa? Karena pendeta
dan penginjil dipanggil murni melayani Tuhan secara penuh waktu, bukan untuk hidup dualisme seperti itu. Jika memang
pendeta dan penginjil boleh bekerja sekuler, berarti konsentrasi mereka terpecah, dan otomatis mereka tidak akan bisa
mempersiapkan khotbah mereka di hari Minggu dengan baik. Akibatnya, khotbah mereka banyak yang kacau, asal
comot ayat tanpa memerhatikan konteks yang ada. Pendeta/penginjil yang beres di dalam mempersiapkan khotbah tidak
sembarangan, karena di dalam khotbah yang bertanggungjawab, mereka harus menggali ayat-ayat Alkitab yang
membutuhkan studi yang tidak mungkin bisa hanya dalam waktu satu jam saja. Di lain pihak, pekerjaan sekuler mereka
juga tidak beres. Bukan menjadi rahasia umum, banyak pendeta yang bekerja sekuler, seperti menjadi dokter, profesi
dokternya tidak karuan. Saya mendengar sendiri dari seorang pasien seorang dokter di Surabaya yang juga bekas
pendeta gereja Karismatik terbesar di Surabaya bahwa diagnosa “pendeta” dokter ini salah, bahkan hampir
mengakibatkan keluarga si pasien meninggal. Inilah akibat sang pendeta yang bekerja sekuler (Jawa: nyambi).

Kedelapan, konsep pelipatgandaan persembahan/persepuluhan. Bukan menjadi rahasia umum, jika di dalam myaoritas
gereja Karismatik/Pentakosta, sering ditekankan bahwa yang memberi persembahan/persepuluhan pasti diberkati “Tuhan”
berlipat kali ganda. Mereka gemar mengutip 2Kor. 9:6 sebagai rangsangan jemaat memberi persembahan yang banyak,
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai
banyak juga.” Apa kesalahan konsep ini? Ada dua:
Pertama, mereka mengiming-imingi jemaat agar memberi banyak persembahan. Dengan kata lain, Tuhan yang
diajarkan sang pendeta kepada jemaat itu seperti bank yang bisa memberikan bunga lebih setelah kita menyetorkan
uang. Saya mendengar cerita sendiri dari seorang rekan dari saudara sepupu saya yang bergereja di sebuah gereja
Karismatik terbesar di Surabaya. Dia bercerita bahwa rekannya itu miskin hanya memiliki satu truk sebagai
sarana/modal ia berusaha. Ketika ia mendengar bahwa yang memberi banyak pasti diberkati Tuhan berkelimpahan, maka ia menyerahkan satu-satunya truk kesayangannya kepada gereja tersebut. Alhasil, sekarang, dia merana karena
setelah truk kesayangannya diberikan kepada gereja tersebut, dia tambah miskin dan tidak bisa bekerja bahkan untuk
mengganti kacamatanya yang rusak. Ketika diminta kembali kepada gereja tersebut, gereja tersebut menolak. Akhirnya,
saudara sepupu saya ini bersama teman-teman lainnya menyumbang teman yang kena musibah ini. Inikah gereja?
Gereja bukan lagi tempat mencari dan memuliakan Tuhan, tetapi sebagai ajang memeloroti uang jemaat dengan dalih
persembahan yang pasti diberkati Tuhan berlipat ganda. Bertobatlah pendeta/gereja yang cari untung ini, sebelum
Tuhan menghukum Anda dengan keras!
Kedua, memberi persembahan bukan dengan motivasi ingin diberkati, tetapi harus dengan tulus/sukacita. Mereka gemar
mengutip ayat 6 di 2Kor. 12 di atas, tetapi (sengaja) tidak membaca ayat selanjutnya (model penafsiran banyak pendeta
Karismatik yang asal comot ayat). Di ayat 7, Paulus mengajar, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan
hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”
Tuhan tidak menginginkan kita memberi persembahan yang banyak, tetapi TIDAK dengan sukacita/tulus hati. Tuhan
menginginkan kita memberi dengan sukacita/tulus/ikhlas. Tetapi tidak berarti karena Tuhan menginginkan kita memberi
dengan tulus, maka kita memberikan uang yang paling kecil nilainya. Konsep ini juga salah. Yang benar, kita memberi
persembahan dengan sukacita yang didasari oleh suatu sikap hati yang mau mempersembahkan yang terbaik bagi
Tuhan (bdk. Rm. 12:1-2). Setelah kita memberi persembahan, maka Ia berjanji, “Dan Allah sanggup melimpahkan segala
kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di
dalam pelbagai kebajikan.” (ay. 8) Tuhan pasti memberkati mereka yang memberi, tetapi selidikilah ayat 8, berkat apa
yang Tuhan beri? Pertama, kecukupan di dalam segala sesuatu (bukan kelimpahan). Kedua,
berkelebihan/berkelimpahan di dalam kebajikan. Paulus jelas mengajar bahwa yang terpenting kita berkelimpahan di
dalam kebajikan/pekerjaan baik, sedangkan kalau urusan hal-hal fisik, kita hanya perlu berkat yang secukupnya.
Ingatlah salah satu kalimat di dalam Doa Bapa Kami, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”
King James Version menerjemahkannya, “Give us this day our daily bread.” (=Berikanlah kami pada hari ini roti/makanan
kami sehari-hari.)

Kesembilan, persembahan/persepuluhan milik pendeta. Banyak gereja Karismatik mengajarkan bahwa
persembahan/persepuluhan itu milik pendeta. Mereka mengajar ini dengan dasar “Alkitab” yaitu suku Lewi mendapatkan
persembahan dari kesebelas suku lain, lalu suku Lewi diidentikkan dengan pendeta sekarang. Benarkah konsep ini?
Mari kita analisa kelemahan fatal ajaran ini di dalam perspektif Perjanjian Lama tentang jabatan Lewi.
Pertama, suku Lewi di dalam Perjanjian Lama tidak bekerja TIDAK seperti kebanyakan pendeta Karismatik yang masih
berbisnis. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (1995) mencatat, “Orang Lewi berdasarkan sifat kedudukan dan tugasnya
mereka dalam masyarakat Israel, tidak mempunyai mata pencaharian atau harta warisan untuk menjamin hidup mereka:
...” (hlm. 252) Jadi, kaum Lewi adalah kaum yang TIDAK bekerja, karena mereka hanya berfokus melayani Tuhan di Bait
Allah, sehingga mereka berhak mendapat persembahan dari kesebelas suku Israel lainnya.
Kedua, suku Lewi meskipun tidak bekerja dan mendapatkan persembahan dari kesebelas suku lain, mereka tetap harus
mempersembahkan persepuluhan mereka. Dengan kata lain, mereka mempersembahkan persepuluhan lebih banyak
dari kesebelas suku lain. Saya akan mengutip ilustrasi dari Pdt. Dr. Stephen Tong tentang hal ini. Misalkan, kesebelas
suku Israel menyumbang 10% dari pendapatannya kepada suku Lewi, maka suku Lewi mendapatkan 110%, namun
suku Lewi juga diperintahkan memberikan 10% dari apa yang sudah didapatkannya, jadi totalnya suku Lewi
menyumbang 11% dari pendapatannya (lebih banyak 1% dari kesebelas suku lainnya). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid II mencatat kembali mengenai hal ini, “orang Lewi tidak boleh memegang seluruh persembahan itu, mereka juga
disuruh untuk ‘mempersembahkan persembahan khusus’ yang diambil dari persepuluhan yang diterima, yaitu
persepuluhan dari persepuluhan (Bil. 18:26).” (ibid., hlm. 252) Untuk lebih jelasnya, kita memerhatikan apa yang Tuhan
firmankan sendiri di dalam Bil. 18:26, “Lagi haruslah engkau berbicara kepada orang Lewi dan berkata kepada mereka:
Apabila kamu menerima dari pihak orang Israel persembahan persepuluhan yang Kuberikan kepadamu dari pihak
mereka sebagai milik pusakamu, maka haruslah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya sebagai
persembahan khusus kepada TUHAN, yakni persembahan persepuluhanmu dari persembahan persepuluhan itu,”
Silahkan baca dan mengerti sendiri apa yang Allah firmankan ini, karena ayat ini sudah sangat jelas.

Selain itu, konsep ini jelas salah di dalam perspektif Perjanjian Baru, yaitu: para rasul Kristus sendiri tidak menerima
persembahan sepeser pun dari jemaat. Jemaat mula-mula dicatat oleh dr. Lukas bahwa mereka saling berbagi (Kis. 2:44-
45) dan tidak ada satu bagian Perjanjian Baru mencatat bahwa Paulus, Petrus, dll mengambil semua persembahan
untuk kepentingan mereka.
Dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru, kita mempelajari bahwa konsep persepuluhan adalah milik
pendeta tidak pernah diajarkan Alkitab dan barangsiapa yang mengajarkan hal tersebut pasti memiliki motivasi yang
tidak murni. Hendaklah orang seperti ini bertobat!

Kesepuluh, anti-liturgi. Mayoritas (tidak semua) gereja Karismatik/Pentakosta tidak mau menggunakan liturgi di dalam kebaktian seperti gereja-gereja arus utama (Protestan dan Katolik) karena mereka beranggapan bahwa liturgi membatasi “Roh Kudus.” Mereka berpikir bahwa Roh Kudus itu bebas maka tidak boleh diikat oleh apa pun termasuk liturgi. Padahal konsep ini secara tidak sadar menyerang pemikiran mereka sendiri yaitu Roh Kudus baru bisa bekerja jika tidak ada liturgi, sebaliknya jika ada liturgi, Roh Kudus tidak bisa bekerja. Dengan kata lain, “Roh Kudus” menurut mereka baru bisa bekerja jika tidak ada liturgi sama sekali Bekerja atau tidak bekerjanya Roh Kudus mengapa harus ditentukan oleh manusia? Ini kelemahan fatal ajaran ini. Karena percaya bahwa liturgi itu tidak penting, maka mereka menciptakan suasana ibadah yang kacau dan terkesan liar, semaunya sendiri meloncat-loncat, menari-nari, dll dengan tempelan ayat-ayat Alkitab bahwa itu seperti Daud yang “dipenuhi roh kudus” lalu menari-nari. Padahal Alkitab di dalam Perjanjian Lama mencatat bahwa Daud menari-nari setelah menang perang, bukan karena dipenuhi Roh Kudus (baca: 2Sam. 5-6). Konteksnya waktu itu, Daud menang melawan orang Filistin (2Sam. 5:25), maka ia membawa Tabut Allah pulang ke Israel, di saat itu ia menari-nari (baca: 2Sam. 6:1-5). Jadi, tindakan menari-nari Daud adalah tindakan wajar sebagai reaksi orang yang menang perang dan bukan menjadi patokan bahwa orang yang dipenuhi Roh Kudus harus menari-nari.

Mereka juga mengajar bahwa di dalam memuji Tuhan, kita harus membebaskan roh kita. Di seluruh Alkitab, konsep ini tidak pernah diajarkan! Konsep ini lebih mirip konsep Gerakan Zaman Baru dan Pantheisme yang mengajarkan pengosongan diri dan bersatu dengan makro-kosmos ketimbang konsep Alkitab!

Mereka juga sering bertepuk tangan di dalam memuji Tuhan. Tepuk tangan memang tidak dilarang, karena itu merupakan salah satu ekspresi sukacita kita, tetapi masalahnya apa motivasi kita bertepuk tangan? Tulus? Atau ikutikutan saja? Yang lebih parah, kalau orang lain bertepuk tangan, maka kita juga ikut-ikutan bertepuk tangan, takutnya kalau tidak begitu, dianggap tidak ada “Roh Kudus.” Ini jelas salah. Tepuk tangan boleh, tetapi motivasinya harus jelas, sungguh-sungguh memuji Tuhan!

Selain ekspresi di dalam ibadah, mereka sering kali memakai lagu-lagu ciptaan mereka sendiri. Mereka menggudangkan
lagu himne dengan dalih itu kuno dan tidak modern. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah memberikan jawaban lucu terhadap
pertanyaan mengapa Reformed menggunakan lagu himne. Beliau mengatakan bahwa kalau lagu himne itu kuno dan
harus dibuang, mengapa manusia di zaman sekarang masih makan nasi, bukankah nasi itu barang kuno? Kalau
manusia di zaman modern menganggap diri modern, makanlah emas, minumlah oli (jangan minum air, coca cola, dll, itu
kuno), mandilah pakai pasta gigi/odol, sikat gigilah pakai sabun, dll. Pdt. Stephen Tong dan saya sendiri tidak
bermaksud bahwa semua lagu himne itu pasti baik, dan semua lagu kontemporer itu buruk. Tidak. Ada lagu-lagu himne
yang tidak baik, sebaliknya ada beberapa lagu kontemporer yang baik, seperti “Mulia” (Majesty), “Dengar, Dia Panggil
Nama Saya”, dll. Lagu-lagu tersebut baik. Semua macam lagu harus ditinjau kritis berdasarkan Alkitab. Tidak peduli, lagu
himne atau kontemporer, keduanya harus kembali kepada Alkitab (Sola Scriptura). Percuma saja, kita memegang teguh
pandangan Reformasi: Sola Scriptura, tetapi kita tidak mengimplikasikannya di dalam kita memilih lagu-lagu rohani!

Kesebelas, ketidaketisan di dalam menjaring jumlah jemaat. Poin terakhir yang kita akan selidiki berkenaan dengan ketidaketisan beberapa gereja Karismatik di dalam menjaring jumlah jemaat. Saya mengatakan “beberapa” karena memang tidak semua gereja Karismatik melakukan hal tersebut. Saya pribadi soalnya sudah mengalami dan mendengar langsung dari beberapa rekan, dari ayah saya, dan secara langsung saya jumpai sendiri, dua buah gereja Karismatik terkenal di Surabaya menjaring jumlah jemaat dengan tidak etis, yaitu mencuri domba gereja lain. Gereja pertama adalah gereja Karismatik yang membangun Graha di Nginden, Surabaya. Ayah saya sendiri mendengar seorang jemaat gereja tersebut (atau pengunjung gereja tersebut) membisiki seorang jemaat lain yang sedang beribadah di GKI untuk pergi ke gerejanya, karena gerejanya itu enak, dll. Gereja kedua adalah gereja di mana pendetanya masih muda dan suka menyelenggarakan Festival “Kuasa Allah” (FKA). Para pemuda gereja ini berkobar-kobar mengajak pemuda gereja lain untuk ikut baik dalam kebaktian pemuda mereka maupun FKA tersebut. Gereja kedua ini lebih tidak etis. Mereka menggunakan cara untuk menarik jemaat/pemuda gereja lain ke gereja mereka dengan cara mendatangi rumah setiap orang, persis seperti Saksi Yehuwa! Saya sendiri menjumpai hal tersebut, sehingga saya bisa menceritakan hal ini.
Kasus kedua, seorang teman saya satu kampus menceritakan bahwa dirinya (jemaat gereja Protestan/Injili) tiba-tiba didatangi oleh beberapa pemuda gereja ini untuk ikut kebaktian pemuda mereka. Teman saya ini kaget dan bertanyatanya dari mana mereka tahu rumah, no HP, dan no telepon rumahnya. Teman saya ini menolak undangan mereka dan reaksi mereka agak sedikit memaksa.


Perubahan/Perkembangan Gerakan Karismatik

Masih banyak ajaran Karismatik yang perlu dibereskan satu per satu melalui tema-tema yang berbeda pada edisi-edisi berikutnya. Sekarang, mari kita menyelidiki perkembangan dan sedikit perubahan gereja-gereja Karismatik abad ini.
Setiap kali saya membicarakan gerakan Karismatik, saya TIDAK menyebutkan kata “semua gerakan Karismatik”, karena saya tahu ada beberapa gereja-gereja Karismatik/Pentakosta yang menyadari kekeliruannya dan bertobat. Ada beberapa tokoh-tokoh/”pendeta-pendeta” Karismatik yang menyadari kekeliruannya dan bertobat:

Pertama, Jim Bakker. Jim Bakker yang sudah saya kemukakan di atas bahwa dia adalah pengkhotbah TV yang ternyata menipu jutaan jemaat melalui wireless-earphone yang dipasang itu akhirnya mengakui kesalahannya dan melalui pengakuannya yang dicantumkan di Majalah Rohani Populer BAHANA: I Was Wrong (Saya Dulu Salah) mengungkapkan semua kekeliruannya dulu bahkan saya sendiri pernah melihat buku yang ditulis Jim Bakker yang membahas racun dari “theologi” kemakmuran yang edisi terjemahan bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Metanoia.

Kedua, “Rev.” Benny Hinn yang juga pencetus ajaran Word Faith Movement dan “theologi” kemakmuran juga mengakui kesalahannya setelah menyadari ketika ia sedang melayani Tuhan di sebuah daerah, ternyata ada seorang Kristen yang miskin tetapi setia dalam mengikut Tuhan. Di saat itulah, Benny Hinn sadar lalu mengoreksi kesalahannya yang dahulu mempopulerkan bahwa orang “Kristen” harus kaya dan sukses.

Ketiga, Rev. Dr. Paul (David) Yonggi Cho yang gerejanya banyak diagungkan oleh banyak pemimpin gereja Karismatik, ternyata sudah bertobat dan kembali mempelajari theologi baik-baik

Keempat, Pdt. Josep Sebastian Kawu. Mungkin nama ini tidak seberapa dikenal. Pdt. Josep Sebastian Kawu adalah mantan pendeta di Gereja Bethany Indonesia yang BERTOBAT, menempuh pendidikan theologi Reformed di Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) dan sekarang menggembalakan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Graha Famili, Surabaya, satu-satunya gereja Bethel Indonesia (GBI) yang mendukung KKR dan seminar Pdt. Dr. Stephen Tong.

Kelima, seorang gembala sidang Gereja Bethel Indonesia (GBI) Rehobot di Jakarta, Pdt. Erastus Sabdono, M.Th. juga mengkritik banyak kelemahan ajaran Karismatik dan mengajar Firman Tuhan dengan cukup ketat. Saya pribadi mendengarkan khotbah-khotbah beliau, di mana di dalam khotbah, beliau sering menggunakan bahasa Yunani untuk mengerti arti kata di dalam Alkitab yang ia tafsirkan. Jarang ada hamba Tuhan khususnya dari kalangan Karismatik yang studi theologi baik-baik.

Selain bergerak ke arah positif, gerakan Karismatik dewasa ini juga bergerak ke arah negatif. Dari beberapa sumber, saya mendengar bahwa “Rev.” Benny Hinn yang tidak lagi mengajarkan “theologi” kemakmuran, sekarang mulai mengajarkan bahwa Allah itu bukan Tritunggal, tetapi 9 tunggal, karena di setiap pribadi Allah yang berjumlah 3 memiliki tubuh, jiwa, dan roh (jadi 3 x 3 = 9). Selain itu, ada gereja Karismatik terbesar di Surabaya (Gereja Bethany) sedang membangun sebuah menara di Jakarta di area Bandar Baru Kemayoran yang menurut situs gereja ini (www.BethanyGraha.org) menghabiskan dana sekitar Rp 2,7 trilliun dengan ketinggian 558 meter dan luas 40.550 meter persegi (http://id.wikipedia.org/wiki/Menara_Jakarta). Dari sumber wikipedia ini, saya mendapatkan informasi tentang fasilitas yang ada di gedung ini, antara lain:

• tempat parkir seluas 144.000 meter persegi

• gedung podium setinggi 17 lantai.

• lift yang mencapai puncak menara

• restoran berputar

• mal besar

• kafe

• taman hiburan

• museum sejarah Indonesia

• hotel

• ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung

• ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi

• pusat pameran

• pusat pendidikan dan pelatihan

• pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi

• pusat perdagangan dan bisnis

• pusat olah raga

Menanggapi dibangunnya Menara Jakarta, sumber wikipedia menyebutkan, “Theo Syafei, bekas Pangdam Udayana, mengatakan, “Lebih baik dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan kawasan Timur Indonesia.” Karena itu, menara ini mulai dikenal pula dengan sebutan “Menara Kesenjangan.” Koran The Jakarta Post menyebutnya sebagai “tower of indifference” (menara ketidakpedulian).” Fakta lain juga mengatakan, “Presiden Komisaris pengembang proyek ini, PT
Prasada Japa Pamudja adalah Abraham Alex Tanuseputra yang menjabat sebagai Ketua Umum Sinode Gereja Bethany Indonesia. Selain itu, kelompok Bethany ini seringkali menyebut proyek ini sebagai Menara Doa Jakarta atau Jakarta Revival Center.” (http://id.wikipedia.org/wiki/Menara_Jakarta) Silahkan pikirkan sendiri, apakah layak “gereja” disebut “gereja” apabila memiliki sebuah menara yang diisi dengan pusat bisnis dan lagi ketua umum sinode sebuah gereja menjabat sebagai presiden komisaris sebuah perusahaan?

Setelah menyadari kengerian gejala Karismatik ini dan perubahan gerakan Karismatik ini ke arah sedikit lebih baik (dan juga buruk), sadarkah kita trend dan arus zaman yang menipu ternyata hanya tahan sebentar saja dan kebenaran sejati yang Alkitab ajarkan tak akan pernah bisa digeser oleh arus zaman. Injil sejati memang sulit dan “terkesan” tidak laku, tetapi itu yang paling bertanggungjawab dan teruji segala zaman. Bandingkan theologi Reformed dengan theologitheologi dari gereja-gereja lain, manakah yang paling berkualitas dan bertanggungjawab?! Tahukah Anda arloji buatan mana yang berkualitas? Casio buatan Jepang? TIDAK! Dari Indonesia atau Arab? MUSTAHIL. Dari negara-negara Katolik Roma? TIDAK! Dari negara-negara Budha, Hindu, Kong Hu Cu? TIDAK! Hanya negara-negara yang dipengaruhi
oleh Protestantisme (Reformed) yang bisa memproduksi arloji dan barang-barang bermutu misalnya Rolex, dll yang buatan Jerman (negara kelahiran Luther), Perancis (daerah yang dipengaruhi theologi John Calvin/Reformed), Belanda (Protestan). Kalau Toronto Blessing dari Tuhan, mengapa ajaran ini bisa reda dengan sendirinya (meskipun ada akibat kecil Toronto Blessing)? Mengapa ajaran Reformed Injili yang dulu sudah dimiliki para penginjil seperti Jonathan Edwards, Arthur W. Pink, George Whitefield, dll tetap ada/exist sampai sekarang dan diteruskan oleh hamba-Nya, Pdt. Dr. Stephen Tong?! Injil Kristus yang murni tak mungkin bisa hilang dari peredaran meskipun manusia menghambatnya! Tetapi “injil” murahan pasti akan reda dan digeser oleh arus zaman yang sedang menggelora! Terserah Anda, maukah Anda dikecoh oleh berbagai fenomena-fenomena yang menipu dalam BEBERAPA gerakan Karismatik atau maukah Anda kembali kepada Alkitab dan belajar Firman-Nya dengan sungguh-sungguh dan bertanggungjawab?!
Mari renungkanlah...AMIN

oleh : Denny Teguh Sutandio

2 komentar: