JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

10 Oktober 2008

Gerakan NAM (New Age Movement)


Pencerahan atau Sinkritisme?

Tak banyak orang Kristen yang tahu apa itu New Age Movement (NAM). Apalagi manifestasinya. Tak heran, jika tanpa sadar banyak orang terhisab ajaran ini.

New Age Movement (NAM) adalah sebuah gerakan yang sifatnya sangat cair. Seperti air, ia dengan sangat mudah meresap dalam berbagai segi kehidupan orang modern. Di zaman post-modern (posmo) ini, NAM justru makin mendapat tempat di hati orang. Mengapa? Karena NAM mampu mengisi kekosongan batin manusia era posmo. Tak dapat dipungkiri, kehidupan di era posmo ini memang penuh dengan tekanan. Akibatnya, orang pun rentan terkena stres dan krisis. Dan, NAM menawarkan sebuah pencerahan hidup.

MEMIKAT INSAN

Menelisik dari sejarahnya, NAM sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru. Sebagai gerakan, ia memang baru muncul pada tahun 1960. Namun sebetulnya, paham dan falsafah NAM sudah ada sejak 500 SM. Saat itu berkembang filsafat Timur yang beranggapan bahwa jiwa/pikiran semesta adalah dasar dari segala sesuatu. NAM adalah kebangkitan kembali agama dan tradisi Timur yang kemudian memengaruhi kebudayaan modern (Humanisme dan Gerakan Zaman Baru, Ir. Herlianto, M.Th, Yayasan Kalam Hidup, 1990).

NAM tidak mengenal Tuhan seperti halnya Tuhan yang umat Kristen kenal. Yang disebut Tuhan tak lain adalah suatu kekuatan, kesadaran atau energi kosmis yang tak berpribadi (makro kosmos). Manusia adalah bagian kecil (mikro kosmos) dari energi kosmis. Karena itu manusia punya sifat ilahi, tak terbatas dan kekal. Ia tidak pernah mati. Melainkan mengalami reinkarnasi sebagai bukti penerusan roh yang kekal itu. Hubungan manusia dengan ”tuhan” dilakukan dengan meditasi; menyatukan diri dengan sumber asalnya.

NAM juga tidak mengenal dosa karena manusia pada dasarnya baik. Kejahatan terjadi karena adanya ketidakseimbangan roh di dalam dirinya. Begitu juga dengan penyakit. Maka kejahatan dan penyakit itu bisa diatasi sendiri oleh manusia dengan memulihkan keseimbangan energi di dalam tubuh supaya sesuai dengan keseimbangan kosmis.Penyakit tak butuh obat. Keja-hatan tak butuh Tuhan untuk memulihkan. Jadi, inti dari ajaran NAM adalah anthroposentris alias manusia adalah pusat dari segalanya.

MERASUK KEHIDUPAN MODERN

Pada perkembangannya NAM menye-bar ke seluruh penjuru dunia lalu ber-adaptasi dengan religi dan kepercayaan setempat. Akhirnya, NAM menjadi kumpulan berbagai religi dan kepercayaan. NAM menjadi sangat luas dan manifestasinya sangat beragam. Karena itu, tidak ada payung organisasi yang menaungi NAM. Secara garis besar, ada dua corak NAM: religius/okultik dan humanistik. Namun, keduanya punya persamaan dasar yaitu yakin akan keilahian manusia dan mendambakan masyarakat dan tertib dunia yang sempurna (Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, Penerbit BPK).

Gerakan NAM lintas agama. Mereka tidak mengusung
sebaliknya, mereka justru “mempersatukan” berbagai agama di dunia. Mereka lebih suka melabeli gerakannya dengan ”spiritual”. Gerakan spiritual itu yang kini tengah melanda kaum profesional di kota besar. Antara lain menyebar melalui berbagai training pengembangan diri.

Dalam training itu, peserta diajak untuk menyadari kemampuannya yang tak terbatas hingga mampu mencapai kehidupan yang damai, sukacita, cinta dan kelimpahan di bumi ini. Salah satu ciri yang utama dalam NAM adalah terjadinya transformasi pribadi yang membebaskan jiwa manusia dari keterbelakangan dan pengaruh di luar dirinya.

Mempertimbangkan sisi positif-nya, tak heran jika banyak perusahaan yang mengirim karyawannya pada pelatihan semacam ini (Ir. Herlianto, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru, 1990). Training-training semacam itu, umumnya memang membawa pencerahan bagi pesertanya. Sekarang ini yang sedang ramai diperbincangkan adalah prinsip sukses ala The Secret.

Selain melalui training, manifestasi NAM yang juga makin populer adalah terapi penyembuhan yang holistik. Tanpa melibatkan dokter. Melainkan menggunakan cara alami, yaitu self healing alias menyembuhkan diri sendiri. Antara lain melalui reiki, prana, pijat refleksi, akupuntur, dll. Prinsipnya, penyakit itu timbul karena adanya ketidakseimbangan energi dalam tubuh. Maka, itu bisa diatasi dengan mengaktifkan energi positif.

Kemajuan teknologi membuat NAM makin cepat menyebar. Cara yang paling efektif adalah melalui media hiburan: musik dan film. Perkembangan musik dan film memang sangat cepat. Apalagi didukung oleh stasiun TV khusus musik yang bersifat global. “Dalam tayangan itu, manusia dikelabui seakan tidak ada lagi yang bersifat statis. Musik yang benar adalah yang memuaskan kedagingan. Itu ada dalam unsur MTV. Semua dikemas dengan sistem komputerisasi yang memuaskan mata yang secara tidak sadar membuat manusia terjebak,” terang Tumbur Tobing, SE, MA, Dewan Eksekutif Reformed Center for Religion & Society.

Tumbur juga menyebut pentas Idol yang melibatkan pemirsa di selu-ruh dunia juga salah bentuk manifestasi NAM. “Salah satu ciri NAM adalah menciptakan ilah lain. Segala sesuatu-nya ada idola. Idola itu kan berhala dan itu sesuatu yang dilarang. Dalam kitab Keluaran disebutkan, Jangan ada Allah lain. Kita bisa melihat acara Idol itu menyerap penonton di seluruh dunia,” tambah Tumbur.

SINKRETISASI DENGAN KEKRISTENAN

Tak hanya itu, kini makin banyak manifestasi NAM yang merasuki kehidupan orang posmo. Dan, karena sifatnya yang sangat cair dan tersamar maka banyak orang Kristen yang tanpa sadar terhisab dalam ajaran ini. Bahkan, filosofi NAM kemudian diadopsi oleh kekristenan. Atau dengan kata lain, terjadi sinkretisasi NAM dengan kekristenan.

Inner energy pada diri manusia: kundalini, chi, ki, percikan ilahi, human power, mind power sering kali diintepretasikan dengan Roh Kudus. Tak heran jika banyak training-training berlabelkan Kristen tetapi sekaligus bernafaskan NAM. Seperti yang ditegaskan oleh Tumbur Tobing, SE, MA. ”Mereka tidak pernah mengatakan beraliran NAM, namun isinya ya seperti itu. Yang menjengkelkan, ternyata mereka itu Kristen semua,” kata motivator yang enggan menyebutkan nama training yang dimaksud.

Secara sederhana, mungkin mudah saja mengintepretasikan inner energy itu sebagai Roh Kudus. Namun, menurut Herlianto, intepretasi itu jelas salah kaprah. Roh manusia jelas bukan Roh Kudus. Roh Kudus adalah Roh yang dikaruniakan kepada mereka yang percaya. Bukan kita yang mengolah Roh itu, tetapi Roh Kudus yang mengatur kita.

Alkitab pun dengan tegas membedakan antara Roh Kudus dan roh manusia. Ada perbedaan tegas antara pencipta dan ciptaan. Dalam NAM, keduanya dilebur dan menjadi inti manusia. Lebih jauh, Herlianto juga mengingatkan, agar kita berhati-hati dalam mengolah kekuatan pribadi/potensi manusia seperti yang marak didengungkan oleh training-training pengembangan diri. Karena itu bisa membuat kita menjadi tidak peka terhadap kehadiran Roh Kudus. Bahkan, lambat laun Tuhan akan tergeser dari kehidupan kita.

Kita juga sering kali menonjolkan karunia dan kuasa roh pemberian Allah. Itu kita anggap sebagai potensi pribadi yang bisa diolah sesuka kita. Iman yang menuntut seperti ini, disebut Herlianto, dapat menyerupai kekuatan magi/tenaga dalam yang ada di dalam NAM.

CARA MEMBEDAKAN

Mengutip Jan Aritonang, NAM dengan segala sarana dan metode penyebarannya adalah satu contoh representatif dari produk ”konsumtif” dalam kemasan dan aroma ”spiritual”. Lalu dipasarkan dan membanjiri dunia dengan memanfaatkan arus globalisasi. Mencerca dan mengecam tentu tidak akan memecahkan masalah. Sebaliknya, kita harus mewaspadai kehadirannya dan sekaligus membekali diri.

Wajar jika NAM mampu memikat orang Kristen. Karena NAM memang tidak secara radikal membawa kita berpaling pada Yesus. Namun, lambat laun ajaran NAM akan mengalihkan kita dari Kristus kepada ”kristus” yang lain. Maka, kita harus punya bekal cukup untuk menghadapi gempuran NAM yang semakin dahsyat ini.

Lalu, bagaimana kita bisa mendeteksi sebuah ajaran sudah ”terkontaminasi” dengan NAM? Selain mengetahui ciri-ciri NAM dengan jelas, kita juga bisa membangun ”benteng” di dalam diri kita. Tumbur memberikan kiatnya. Pertama, kita harus lahir baru dan mengalami pembaharuan budi supaya mengerti betul kehendak Tuhan. Kedua, kita harus bertumbuh dalam firman. Karena firman inilah yang akan memberi kita pencerahan pikiran. Kita akan mengalami transformasi Kristen (Kol. 3:23). Ketiga, punya gaya hidup yang berbeda dengan dunia, yaitu dengan menaklukan pikiran pada Kristus (2 Kor. 10:3-5).

Permasalahannya, lanjut Tumbur, banyak orang Kristen tidak mengerti firman. Ketika orang semakin bertumbuh, kehidupannya akan semakin berat sehingga tak sempat lagi berintim dengan Tuhan dan firman-Nya. Padahal, kata Herlianto, firman Tuhan adalah penangkal yang paling ampuh.

Kritik para humanis dan NAM kepada kehidupan orang Kristen bisa jadi ada benarnya. Karena dalam kehidupannya umat Kristen sering berpikir terlalu dogmatik, legalistik, otoriter, dan tidak toleran. Akibatnya, harkat dan martabat manusia sering tidak dihargainya. Namun, tak berarti lalu kita terhisab ajarannya yang kemudian menjauhkan kita dari Kristus. Sebaliknya, kita harus terus tumbuh dan berbuah sehingga menghasilkan kehidupan yang manusiawi dan sekaligus kristiani.

oleh : Krisetiawati Puspitasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar