Film Funeral March (2001) menceritakan siatuasi dari dua tempat berbeda, dari ruang penitipan jenazah dan dari ruang sebuah rumah. Duan adalah seorang pemilik ruang penitipan jenazah warisan orang tuanya. Ia menawarkan jasa menemani pribadi-pribadi yang sedang menjemput kematiannya sehingga mereka dapat meninggal dunia dengan bahagia. Setelah bertahun-tahun bekerja di situ, ia membuat sebuah simpul kecil dalam hidupnya,“Kalau waktu hidupmu hanya menyisakan hari-hari terakhir, sisihkan waktu-waktu paling berharga itu untuk memberi kehidupan bagi orang-orang yang engkau kasihi.”
Yee adalah gadis rupawan yang sedang bergumul dengan penyakit yang pelan-pelan menggerogoti hari-hari kehidupannya. Ia sedemikian takut dengan hari-hari hidupnya sehingga ia membenci kehidupan di sekitarnya. Orang-orang seperti berharap ia segera menjemput kematiannya. Ia merasa kehidupannya hanya menyisakan beban. Di rumah ia sedemikian sinis terhadap ibu tirinya karena ia menganggap ibu tirinya telah merebut cinta terakhirnya, ayahnya. Tak mengherankan salah satu permintaan terakhirnya adalah agar ibu tirinya tidak diperkenankan hadir dalam ibadat kematiannya. Duan, sahabat barunya, justru menawarkan usulan sebaliknya. Ia meminta kliennya untuk memotret wajah tersenyum ibunya dan menempelkan di semua ruang rumahnya terutama di kamar pribadinya.
Dua pribadi ini kemudian saling berkunjung ke tempat kehidupan mereka tinggal. Duan sangat terkesan dengan kehadiran pribadi-pribadi terdekat di rumah Yee yang mendukung agar hidupnya tidak berhenti karena penyakit yang dideritanya. Demikian pula Yee sangat terkesan dengan Duan yang membuat peristiwa kematian orang-orang yang ditemaninya menjadi kisah kehidupan. Ia sendiri mengalami sentuhan tangannya yang menghidupkan. Duan berlari-lari menggendong tubuh Yee yang tiba-tiba kesehatannya menurun drastis ke rumah sakit agar kehidupan sahabat barunya itu dapat diselamatkan. Bagi Yee itulah pemberian terbaik dari seorang sahabat: menggendong kehidupan orang terkasih yang sedang mengalami kejatuhan dalam hidupnya. Gendongan kehidupan itu justru hadir dari Duan yang juga sedang menjemput hari-hari terakhir hidupnya. Kata-kata Duan itu bergema saat Yee menemani Duan mengatupkan mata kehidupannya, “Kalau waktu hidupmu hanya menyisakan hari-hari terakhir, sisihkan waktu-waktu paling berharga itu untuk memberi kehidupan bagi orang-orang yang engkau kasihi.”
Film yang bertutur menjemput kehidupan itu dapat membantu kita memasuki masa Adven. Kita dapat memandang masa Adven dari sisi kita dan dari sisi Allah. Adven dari sisi kita adalah menjemput Allah yang hadir dalam hidup kita. Dari sisi Allah Adven adalah menjemput manusia yang hadir kehadirat-Nya. Dimana Anda hendak berjumpa Allah yang menjemput hidup kita?
Puisi narratif Nyanyian Angsa (Swan Song) karya sastrawan
Kita pun sering memasuki masa Adven dalam keadaaan seperti Maria Zaitun. Lelah. Rusak. Keriput. Tuhan berkenan menjumpai kita sebagaimana adanya. Ia tidak mensyaratkan apa pun untuk dapat berjumpa dengannya. Kita diundang hadir dengan diri kita sebagaimana adanya. Tuhan tidak berjumpa untuk memvonis hidup kita. Sebagaimana dituturkan penyair Rendra, Tuhan hadir kepada kita dalam sosok seorang kekasih, pengantin. Ia menyentuh kerinduan terdalam hidup kita. Maria Zaitun rindu Tuhan bersama dia dalam hidupnya yang tinggal menghitung hari-hari terakhir itu. Apa kerinduan Anda sekarang ini yang Anda ingin Tuhan menyentuhnya? Tuhan dalam masa Adven hadir sebagai Pribadi yang mengetuk pintu hati kita. Tuhan hanya bisa masuk dalam pintu hati kita kalau kita tidak menguncinya dari dalam.
Dalam komunitas kristiani, kerinduan manusia untuk berjumpa dengan Allah itu digambarkan dengan simbol lilin yang setiap minggu bertambah nyalanya setiap minggu. Kerinduan kita pada Allah diharapkan semakin menyala semakin kita mendekati
"Nungnga ture Tuhan ngolungku nang pangalahongku di jolom?"
BalasHapusSelamat menyambut Natal.