JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

JUBILEUM 150 TAHUN HKBP

08 November 2008

IBADAH MEMBERANGKATKAN CALEG WILAYAH TAPANULI DI PEARAJA ; BAGAIMANA SIKAP POLITIK ORANG KRISTEN ?












Hari rabu, tanggal 5 November yang lalu diadakan Ibadah memberangkatkan para calon legislatif warga gereja di HKBP Pearaja yang terletak di lokasi Kantor Pusat HKBP. Kata-kata bimbingan dan pesan pastoral disampaikan oleh Ephorus HKBP, Pdt. DR. Bonar Napitupulu : “Raihlah Kursi Legislatif Sesuai Dengan Doktrin Gereja dan Firman Tuhan”. Ibadah yang berjalan kurang lebih satu setengah jam ini khusus diperuntukkan bagi calon legislatif di wilayah Tapanuli (Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan dan Kota Sibolga) dan dari seluruh daerah pemilihan tingkat I, II dan Pusat.

Kita semua tahu bahwa gonjang-ganjing menjelang Pemilu 2009 sudah terasakan mulai dari sekarang. Tidak ketinggalan orang-orang Kristen berpartisipasi membentuk partai dan maju sebagai calon anggota legislatif untuk dipilih.

Kita tidak tahu apa yang bakal terjadi dengan suasana politik kita 2009. Di sini saya tidak mau meramal, tetapi mau mempertanyakan bagaimana sikap politik orang Kristen. Apakah mau ramai-ramai mendukung partai kristen? Apakah tetap memilih partai-partai nasionalis? Apakah tidak peduli dalam arti menjadi anggota golput? Asal tahu saja ketika Anda mengatakan "Saya tidak mau berpolitik!" sebenarnya Anda sudah berpolitik. Pertanyaan selanjutnya, sikap politik seperti apakah yang dianut oleh orang Kristen dalam menatap tahun 2009?

Kita seringkali mengandalkan Roma 13 untuk membuat posisi berpolitik. Sayangnya kita juga sering lupa membenturkan Roma 13 dengan Wahyu 13. Pemerintah merupakan hamba Allah, tetapi juga dapat menjadi monster yang menakutkan.

Sebenarnya ada banyak contoh di Alkitab bagaimana menentukan sikap berpolitik. Bapak/Ibu, saudara-saudari semua pasti sudah mengenal Yeremia, nabi besar Perjanjian Lama setelah Yesaya? Kalau kita menelusuri Kitab Yeremia dan berhenti di pasal 7 kita akan melihat tentang firman yang "datang" kepada Yeremia dari TUHAN (ay. 1).

Yeremia konon disuruh TUHAN nongkrong di depan gerbang Bait Suci guna berkampanye perlunya perbaikan langkah-langkah dan perbuatan (ay. 30). Bukan cuma berani, perkataan Yeremia ini juga benar-benar
sangat serius, misalnya "janganlah percaya pada perkataan dusta yang berbunyi ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN" (ay. 4).
Bayangkanlah kalau Anda pada hari Minggu berdiri di depan pintu HKBP dan berteriak-teriak kepada para pengunjung "Ini bukan gereja, bukan gereja, bukan gereja! Ini dusta! Pulang saja kalian!" Bagaimana kalau Anda mencobanya juga di depan Istana Merdeka?

Kita sudah tahu bahwa pendirian Bait Suci di Yerusalem merupakan simbol rumah TUHAN yang ada di surga. Bait Suci juga simbol kekuatan Israel. Terbukti sudah ratusan tahun sebelumnya musuh-musuh yang
mengepung Israel berhasil dipukul mundur. Kalau TUHAN di pihak kita, siapakah lawan kita? Tidak ada! Demikian penggalan lagu sekolah minggu "Aku Pahlawan Kecil". Kalau tempo doeloe begitu, mestinya sekarang juga sama. Demikianlah "teologi" orang Israel tempo dulu yang kita sebut dengan "teologi kemenangan". Ternyata Yeremia tidak setuju dengan "teologi" itu. Bait Suci sudah dijadikan jimat.

TUHAN melihat bahwa ibadah mereka hanyalah kedok guna menutupi kejahatan. Mereka tidak melaksanakan keadilan. Semestinya kalau berteologi haruslah mendorong pelaksanaan keadilan (ay. 5), tidak menindas dan menumbalkan orang yang tidak bersalah (ay. 6), tidak berselingkuh dengan ilah lain (juga ay. 6), menjalankan Taurat secara murni dan konsekuen (ay. 9) . Teologi kemenangan telah membuat orang lupa diri dan munafik. Itulah sebabnya TUHAN lewat Yeremia mendakwa umat telah menjadikan Bait Suci tempat sarang penyamun (ay. 11). Warga Yerusalem tampak seperti kuburan. Tampakan luar begitu religius, namun tidak bermoral dalam arti perbuatan moral. Teologi kemenangan hanya bicara soal moral tanpa peduli tindakan moral. Suatu teologi yang hanya "Kumenang, kumenang bersama Kristus Tuhan". Yeremia mengganggu stabilitas politik Raja Yoyakim. Kalau kita melihat kiprah Yeremia sepertinya ia benar-benar anti-Bait Suci. Sebenarnya Yeremia anti-self-worship. Pemasalahan fundamental yang bersifat horisontal seperti keadilan, pengendalian dan pembatasan kekuasaan, penghargaan terhadap kehidupan sebagai anugerah TUHAN, serta perhatian kepada mereka yang lemah dan tidak berdaya tidak diperhitungkan. Kita tahu sendiri kisah Yeremia selanjutnya.

Pemberitaan model khotbah dalam rangka self-worship tidak akan mempunyai daya sengat. Memang saya akui pemberitaan yang tidak gegap gempita dan tidak berapi-api biasanya kurang diminati oleh warga jemaat. Ada jemaat yang berkata, "Pendeta anu khotbah-nya sangat kritis lho!" Apanya yang kritis? Wong biasanya isu-isu yang "dikritik" adalah harmless. Misalnya, merokok itu dosa seperti yang sering dikatakan oleh para pendeta. Penyelewengan pernikahan, evolusionisme, dan entah apa lagi yang sama sekali tidak berisiko secara politis. Pemberitaan yang mengarah kepada Dia Yang Suci akan menunjuk kepada dosa-dosa struktural. Ini seringkali tidak disadari oleh gereja agar memperhatikan sisi horisontal pelayanan termasuk mendorong warganya berpolitik dengan lebih sungguh-sungguh.

Selanjutnya mari kita baca Markus 12:13-17 (bdk. Mat. 22:15-22). Kemudian saya mencoba berimajinasi bahwa makna jawaban Yesus tidaklah seperti yang Anda duga. Dalam perikop ini ada beberapa unsur yang ditampilkan, yaitu (1) orang Farisi dan pendukung Herodes yang Yesus sebut orang munafik, (2) Yesus sebagai orang jujur, mengajar dengan jujur, dan dengan segala kejujuran, dan (3) koin Dinar yang ada gambar dan tulisan Kaisar (Roma). Sebenarnya Yesus tidak setuju jika membayar pajak diartikan untuk menunjukkan pengakuan terhadap kekuasaan kaisar. Dengan bahasa masa kini, barangkali Yesus akan bertanya,"Gambar siapa tuh?". Jawab,"Gambar SBY!" Kalau begitu, berikan saja kepada SBY, kata Yesus. Sebenarnya Yesus mau menyindir para pejabat pemerintah yang mencari makan dari kekuasaan Presiden dengan menindas bangsa sendiri, tetapi tidak berani melawan monster-monster penguasa yang menyeramkan itu.

Saya tidak tahu apa di balik keberanian saudara-saudara kita ini mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif. Mungkin mereka berkeinginan apabila terpilih untuk menata negara ini lebih baik lagi. Andaikata ia benar-benar terpilih menjadi anggota Dewan, apakah ia mewujudkan tekatnya itu guna memperbaiki kinerja pemerintah dan membawa kemajuan bagi negara dan secara khusus bagi daerahnya masing-masing? Ah, jangan-jangan nanti mereka justru lupa dengan janji-janji kampanye!

Lalu bagaimana dong sebagai orang Kristen?

Orang Kristen yang gigih memperjuangkan kepentingan orang kecil dan tak berdaya, melayani tanpa pamrih, dan selalu berani menyuarakan kebenaran pasti akan disukai rakyat.

1 komentar:

  1. Anonim10:14

    Horas ! Sianturi juga...taboni mar Minggu i ate !

    BalasHapus